Saverrapall Corvando Lembata,RN Pulau Lembata yang terletak di wilayah timur Pulau Flores sesungguhnya memiliki potensi wisata yang berane...
Lembata,RN
Pulau Lembata yang terletak di wilayah timur Pulau Flores sesungguhnya memiliki potensi wisata yang beraneka ragam. Keanekaragaman potensi ini, jika dikembangkan secara optimal maka bukan tidak mungkin, Kabupaten satu pulau ini bakal kaya akan destinasi wisata.

Wilayah administrasi Lembata yang sebelumnya bergabung dengan Kabupaten Flores Timur dan sejak 10 April 1999, melepaskan diri menjadi sebuah daerah Otonom. Ketika itu, destinasi wisata yang sudah terkenal dan mendunia adalah Lamalera dengan atraksi budaya perburuan Ikan Paus. Berikut sedikit muncul ke permukaan adalah, Seremonial Pesta Kacang di Kampung Adat Lewohala, Kecamatan Ile Ape.
Destinasi wisata Lembata mulai sedikit menggeliat ke permukaan ketika Kabupaten Satu Pulau ini dibawah kendali kepemimpinan Lembata Baru dengan awaknya Eliazer Yentji Sunur sebagai Bupati dan Victor Mado Watun sebagai Wakil Bupati.
Sejak periode kepemimpinan Lembata Baru dari 2011 dan akan berakhir di Agustus 2016 ini, menempatkan pariwisata sebagai leading sector dalam tata kelola pembangunan. Walau geliatnya belum berbasis pada masyarakat, paling tidak beberapa destinasi baru pariwisata mulai terangkat ke permukaan. Sebut saja destinasi perbukitan Waijarang hingga Desa Bour dengan panorama pantai dan laut. Titik destinasi tersebar di beberapa titik yang hingga kini sudah diminati wisawan domestik.
Bukit Cinta yang sebelumnya dikenal dengan nama Wolor Pas, menjadi sebuah titik strategis potensial untuk menikmati sunset ataupun panorama sejenisnya. Pengembangan sarana pendukung seperti tempat yang nyaman bagi pengunjung sudah mulai berbenah diakhir periode kepemimpinan Yance dan Victor.
Tidak jauh dari Bukit Cinta, tepatnya di Bukit Fato Miten, desa Bour kecamatan Nubatukan, dikembangkan destinasi wisata rohani bagi umat Katolik. Destinasi cukup diminati oleh pengunjung baik Katolik maupun non Katolik.
Untuk menjangkau destinasi Bukit Cinta dan Bukit Doa Fato Miten hanya menguras waktu 30 menit dengan kisaran nominal Rp 20.000 hingga 30.000 bayar ojek. Maklumlah belum terbebas secara baik sehingga transportasi ke destinasi ini hanya menggunakan kendaraan ojek ataupun charteran.
Selain dua destinasi ini, kini sudah mulai diperkenalkan adalah panorama bawah laut yang berpusat di titik destinasi Nuhanera. Mr. Jim seorang wisatawan manca negara asal Kanada merefleksikan ketika ditemui dalam workshop ekowisata di Toraja Sulawesi (18/7/1998) mengatakan bahwa, salah satu hamparan bawah laut yang didukung dengan terumbu karang yang indah adalah hamparan bawah laut yang membentang dari desa kampung Tapolangun (kini desa Dikesare) kecamatan Lebatukan hingga Desa Tokojaeng kecamatan Ile Ape Timur. Destinasi ini jika dikembangkan secara optimal, maka akan lebih indah dari di India. Tutur Jim ketika itu.
Hamparan teluk ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Teluk Hadakewa. Ditekuk ini juga menjadi tempat pengembang biakan satwa Penyu dan jenis Ikan Duyun yang oleh masyarakat setempat mengenal dengan nama Dugon. Dua jenis satwa ini kini masuk dalam kategori jenis satwa yang dilindungi.
Selain itu ada lagi satu destinasi yang menantang adalah destinasi Batu Tara di wilayah Kecamatan Omesuri. Batubara merupakan sebuah gunung yang mengalami letusan setiap saat Dengan durasi 15 sampai 20 menit setiap hari. Sebuah gunung yang terletak antara Kabupaten Alor dan Lembata dan masih dalam wilayah administrasi Kab. Lembata. Untuk mengembangkan destinasi ini pasti menguras kantong APBD yang tidak sedikit jika ada pengembangan titik destinasi di atas air laut berupa kapal raksasa yang dilengkapi dengan kuliner. Ataupun dalam bentuk menyediakan kapal-kapal kecil yang bolak balik dari pelabuhan Wairiang ke titik destinasi itu untuk menyaksikan keajaiban alam.
Bukan hanya itu saja tetapi masih banyak lagi destinasi yang mesti dikembangkan. Sebut saja hamparan pasir putih dari Loang hingga Mingar kecamatan Nagawutung. Jim merefleksikan, hamparan ini kalau dikembangkan secara optimal maka akan lebih indah dari Kuta yang dipunyai Bali. Betapa tidak, potensi dukungan gelombang laut sangat berpotensi untuk sky air. Belum lagi guratan pantai yang didandani dengan pasir putih bersih.
Selain potensi-potensi panorama alam, Kabupaten satu pulau ini juga kaya akan pentasan-pentasan budaya yang bisa membuat penikmat berdecak kagum. Penetasan ini memiliki keunikan beraneka ragam dimana setiap wilayah kecamatan memiliki keaneka ragaman budaya yang unik.
Belum.lagi pernak-pernik kerajinan rakyat yang belum terorganisir secara baik. Sayangnya, dalam masa kepemimpinan Lembata Baru, sinergi leading sector belum direspon secara optimal oleh dinas teknis terkait. Demikian juga, manajemen pembangunan sector ini belum menyentu stakeholders kepemerintahan tingkat bawah seperti pemerintah desa sebagaimana diamanatkan UU No 6 Tahun 2014.
Paling tidak stakeholders pemerintahan terbawah dan masyarakat, suatu ketika dapat menjadi subyek pariwisata dan bukan obyek pariwisata atau komoditi pariwisata.
Setidaknya Lembata Baru di bawah komando Elyazer Yentji Sunur dan Victor Mado Watun, berhasil memunculkan derap pembangunan kepariwisataan Lembata dalam skema Segitiga Emas yang menghubungkan destinasi batutara, bukit cinta dan Kolipadan. Ironisnya, tatanan skema ini dalam desain planing kurang tereksplor secara tuntas sehingga menjadi sulit dalam mengukur capaian di akhir period 5 tahunan.
Sunday dan Cincin Ekonomi.
Lembata Baru dengan tageline Segi Tiga Emas di era kepemimpinan Elyazer Yentji Sunur dan Victor Mado Watun telah usai dan mulailah periode ke dua Elyazer Yentji Sunur berpasangan dengan Thomas Ola Langoday (2017-2022). Inilah paket Sunday yang menang telak dari pilihan politik masyarakat adat Leuauq Edang yang menyebar di wilayah kecamatan Buyasuri dan Omesuri. Sunday dalam period kepemimpinan ini kemudian menempatkan tageline "Cincin Ekonomi" sebagai pembingkai pembangunan di Kabupaten satu pulau ini. Cincin Ekonomi yang sebagai pembingkai ini, masih menitik beratkan Pariwisata sebagai leading sector pembangunan Lembata. Bahkan harapan agar cincin ekonomi bisa mencapai hasil yang memuaskan ata ribu (khalayak) masyarakat Lembata, maka perlu ada sinergy dari berbagai pihak dalam spirit TAAN TOU (Bersatu) membangun Lembata.
Spirit "Taan Tou" dalam pendekatan masyarakat adat lamaholot dan leuaq edang adalah merupakan kekuatan yang senantiasa menjadi sumbuh dalam tatanan budaya adat atau sejenisnya. Tidak heran kalau Sunday kemudian menempatkan spirit Taan Tou ini sebagai ujud dalam merajut-satukan berbagai pihak untuk berpartisipasi dalam pencapaian cincin ekonomi yang mampu menggelinding di rel pariwisata Lembata.
Inilah pilhan cerdas dari dua pemimpin yang berakademik master planologi dan doktor ekonomi ini dalam desain planing pembangunan pariwisata lembata. Artinya, pertumbuhan ekonomi masyarakat lembata mampu digerakan oleh pembangunan pariwisata lembata.
Pembangunan pariwisata lembata dalam kepemimpinan Sunday di pertengahan periode ini semakin menggeliat bahkan tancap gas. Betapa tidak, sejumlah destinasi baru mulai terangkat ke permukaan dan menambah deretan hitung destinasi. Sebut saja Pantai Wade, Gunung Ile Werung, Pantai Pasir Putih Mingar dan sejumlah destinasi eksploratif lainnya.
Peningkatan kapasitas destinasi penyangga seperti kawasan bukit cinta dan bukit doa Fatu Miten mulai merangsek naik seiring pembenahan dan penambahan sejumlah fasilitas. Bukit Cinta misalnya, infrastruktur jalan ke destinasi itu sudah dalam standar hotmix. Berikut pembangunnan tribun panggung dan tribun sunhet yang tentunya semakin menambah menawan. Ironisnya, penambahan fasilitas pendukung dalam desain tata letak atau sejenisnya terkesan kurang memperhatikan kealamian dan keaslian area sehingga sentuhan fasilitas itu krmudian menurunkan aspek alamiah.
Pagelaran event Festifal sebagai ajang promorsi sudah dua kali dilakukan dalam dua tahun bekakangan ini. Festifal 3 gunung atau yang lazim disebut F3G baik dalam penyelenggaraan pertama (agustus 2018) dan kedua (26-31/8) di tahun ini, telah menyedot perhatian public lembata ataupun luar lembata.Ironisnya, event festifal ini terkesan kurang partisipasi masyarakat jika dibandingkan dengan dua event festival Uye Lewun Raya dan festival Expo Budaya Leuauq, dimana partisipasi masyarakat adat di wilayah itu cukup tinggi.
Festival F3G sebagai sebuah skema promosi terhadap potensi wisata yang dimiliki gunung Ile Lewotolok, Batutara dan Ilewerung yang berpusat di area destinasi bukit cinta berhasil menyedot perhatian. Tentunya dalam skema marketing wisata masih dalam tataran normal dan belum berdampak pada sesuatu yang luar biasa.
Untuk menjangkau pada sesuatu dampak yang luar biasa hanya bisa diukur dari seberapa besar stakelders pelaku wisata dan penikmat wisata (wisatawan asing dan domestik) yang hadir baik dalam proses gelar event maupun pasca event yang dibuktikan dengan grafik meningkatnya kunjungan wisatawan ke destinasi yang dipromosikan.
Kini satu lagi distinasi yang tengah digarap Pemda Lembata adalah Destinasi Awololong. Destinasi ini memiliki kekayaan sejarah pulau Lembata yang sudah melagenda. Bahkan Awololong adalah habitat Siput dari berbagai jenis yang sudah senantiasa memberi dampak ekonomik bagi masyarakat pesisir.
Destinasi garapan baru ini yang telah menyedot APBD skian milyard telah menuai protes dari masyarakat terdampak akan kebijakan ini. Protes ini pun berhasil menghentikan derap pembangunan destinasi ini walau telah menghabiskan 7M angka APBD (2018).
Geliat pariwisata Lembata dalam spirit taan tou yang menjadikan cincin ekonomi sebagai kekuatan, terkesan masih jauh dari harapan lantaran pembangunan infrastruktur belum ditempatkan sebagai bagian yang paling utama dalam menggerakan cincin ekonomi ini. Bahkan rating perencanaan pembangunan infratruktur yang menghubungkan wilayah produksi dan distribusi masih jauh dari harapan.
Protus Burin
COMMENTS