Tulungagung, RN Dana hibah yang bersumber dari APBD Kab. Tulungagung untuk para kesenian jaranan yang di kucurkan melalui Dinas Kebudayaan ...
Tulungagung, RN
Dana hibah yang bersumber dari APBD Kab. Tulungagung untuk para kesenian jaranan yang di kucurkan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kini menuai polemik dengan adanya calo.
Adanya calo yang katanya bisa mencarikan hibah dan mengawal sampai proses pencairan dengan mulus menyisakan kerugian bagi penerima manfaat.
Kelompok kesenian jaranan Mahardika Budaya yang beralamat di Desa Ketanon Rt/Rw 02/01 Kec. Kedungwaru Kab. Tulungagung di Ketuai Suyitno merasa di rugikan oleh calo.
Tak hanya seperti itu, praktik percaloan ini juga sangat sistematis. Mulai dengan pembuatan proposal, nomer induk pendaftaran, hingga pembuatan rekening kelompok semuanya dikawal.
"Semuanya diurusi oleh si (menyebut nama), kalau untuk mengurus pembukaan rekening itu bersama saya." Kata ketua kelompok jaranan yang menjadi korban itu.
"Setelah keluar dari bank, semuanya diminta, termasuk buku rekening beserta kartu ATM." Lanjutnya dengan nada kecewa.
Calo yang katanya teman lama dan juga termasuk kerabatnya itu, setelah membawa buku tabungan kelompok, menjadi jarang berkomunikasi. Ini menimbulkan kecurigaan ketua kelompok kepada si calo. Si calo ketika ditanya persoalan hibah membalasnya dengan dingin.
"Setiap saya tanya apakah hibahnya sudah cair, dia menjawab belum. Kalau cair nanti diambil bersama-sama, masak kamu tidak percaya sama saya." Jelas ketua kelompok.
Setelah 2 minggu pembuatan buku tabungan dan penandatanganan berkas di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Tulungagung, dan tanya si calo selalu mendapat jawaban dingin. Ketua kelompok cemas dan memberanikan diri bertanya kepada Dinas. Ketua kelompok kaget, ternyata dana tersebut sudah cair.
"Saya tau kalau dana itu sudah cair tanya ke Dinas mas, sudah cair satu minggu yang lalu pak, dinas bilang seperti itu,"ucap Suyitno
"Saya sangat kecewa mas, katanya kalau cair aku dikasih tau dan diambil bersama-sama, tapi kenyataannya malah diam saja." Katanya dengan nada kesal.
Setelah tanya dinas, ketua kelompok berusaha menghubungi si calo, si calo mengelak dan berusaha menjelaskan dengan menyuruh ketua kelompok untuk main kerumah si calo.
"Waktu itu aku langsung telp dia pak, terus saya disuruh ke rumahnya, katanya mau dijelaskan." Katanya
Tidak hanya begitu, setelah ketemu dirumah si calo, ketua kelompok hanya dikasih 2 juta dengan total bantuan 10 juta itu. Si calo menjelaskan bahwa banyak yang harus dikasih, termasuk dinas juga.
"Saya hanya dikasih 2 juta pak, katanya banyak yang harus dikasih." Jelasnya
Ketua kelompok menolak, ketika hanya dikasih 2 juta, ketua kelompok meminta untuk dibelikan alat saja seperti gendang dan lain-lain. Adu mulut antara ketua kelompok dan calo pun tidak terelakkan. Dan terjadi kesepakatan kelompok hanya dikasih 5 juta.
"Saya marah ketika hanya dikasih 2 juta, mendingan tidak jadi menerima bantuan kalau dipotong sebesar itu. Daripada dikasih uang segitu, mendingan saya dikasih alat saja." Jelasnya
"Saya juga takut pak, kalau sampai tidak dibelanjakan alat, setelah musyawarah dengan anggota, kami terima walau hanya dikasih 5 juta oleh si calo saya beli alat ini aja masih nombok mas dengan uang pribadi," Lanjutnya
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Tulungagung, melalui Kasinya Cahyo, saat dikonfirmasi dikantornya mengelak. Dinas menerapkan semua prosedur yang ada terkait dengan hibah kepada kelompok. Semua bantuan langsung masuk ke rekening kelompok.
"Dinas tidak berani main-main seperti itu, jika ada kejadian seperti itu, itu urusan internal kelompok." Jelasnya. (pt)
Dana hibah yang bersumber dari APBD Kab. Tulungagung untuk para kesenian jaranan yang di kucurkan melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata kini menuai polemik dengan adanya calo.
Adanya calo yang katanya bisa mencarikan hibah dan mengawal sampai proses pencairan dengan mulus menyisakan kerugian bagi penerima manfaat.
Kelompok kesenian jaranan Mahardika Budaya yang beralamat di Desa Ketanon Rt/Rw 02/01 Kec. Kedungwaru Kab. Tulungagung di Ketuai Suyitno merasa di rugikan oleh calo.
Tak hanya seperti itu, praktik percaloan ini juga sangat sistematis. Mulai dengan pembuatan proposal, nomer induk pendaftaran, hingga pembuatan rekening kelompok semuanya dikawal.
"Semuanya diurusi oleh si (menyebut nama), kalau untuk mengurus pembukaan rekening itu bersama saya." Kata ketua kelompok jaranan yang menjadi korban itu.
"Setelah keluar dari bank, semuanya diminta, termasuk buku rekening beserta kartu ATM." Lanjutnya dengan nada kecewa.
Calo yang katanya teman lama dan juga termasuk kerabatnya itu, setelah membawa buku tabungan kelompok, menjadi jarang berkomunikasi. Ini menimbulkan kecurigaan ketua kelompok kepada si calo. Si calo ketika ditanya persoalan hibah membalasnya dengan dingin.
"Setiap saya tanya apakah hibahnya sudah cair, dia menjawab belum. Kalau cair nanti diambil bersama-sama, masak kamu tidak percaya sama saya." Jelas ketua kelompok.
Setelah 2 minggu pembuatan buku tabungan dan penandatanganan berkas di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Tulungagung, dan tanya si calo selalu mendapat jawaban dingin. Ketua kelompok cemas dan memberanikan diri bertanya kepada Dinas. Ketua kelompok kaget, ternyata dana tersebut sudah cair.
"Saya tau kalau dana itu sudah cair tanya ke Dinas mas, sudah cair satu minggu yang lalu pak, dinas bilang seperti itu,"ucap Suyitno
"Saya sangat kecewa mas, katanya kalau cair aku dikasih tau dan diambil bersama-sama, tapi kenyataannya malah diam saja." Katanya dengan nada kesal.
Setelah tanya dinas, ketua kelompok berusaha menghubungi si calo, si calo mengelak dan berusaha menjelaskan dengan menyuruh ketua kelompok untuk main kerumah si calo.
"Waktu itu aku langsung telp dia pak, terus saya disuruh ke rumahnya, katanya mau dijelaskan." Katanya
Tidak hanya begitu, setelah ketemu dirumah si calo, ketua kelompok hanya dikasih 2 juta dengan total bantuan 10 juta itu. Si calo menjelaskan bahwa banyak yang harus dikasih, termasuk dinas juga.
"Saya hanya dikasih 2 juta pak, katanya banyak yang harus dikasih." Jelasnya
Ketua kelompok menolak, ketika hanya dikasih 2 juta, ketua kelompok meminta untuk dibelikan alat saja seperti gendang dan lain-lain. Adu mulut antara ketua kelompok dan calo pun tidak terelakkan. Dan terjadi kesepakatan kelompok hanya dikasih 5 juta.
"Saya marah ketika hanya dikasih 2 juta, mendingan tidak jadi menerima bantuan kalau dipotong sebesar itu. Daripada dikasih uang segitu, mendingan saya dikasih alat saja." Jelasnya
"Saya juga takut pak, kalau sampai tidak dibelanjakan alat, setelah musyawarah dengan anggota, kami terima walau hanya dikasih 5 juta oleh si calo saya beli alat ini aja masih nombok mas dengan uang pribadi," Lanjutnya
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Tulungagung, melalui Kasinya Cahyo, saat dikonfirmasi dikantornya mengelak. Dinas menerapkan semua prosedur yang ada terkait dengan hibah kepada kelompok. Semua bantuan langsung masuk ke rekening kelompok.
"Dinas tidak berani main-main seperti itu, jika ada kejadian seperti itu, itu urusan internal kelompok." Jelasnya. (pt)
COMMENTS