Kutim, RN Sebulan lalu. Saat Corona membabi buta di China dan kehebohan beritanya di Indonesia,salah satu wabah yang sedang merajalela,kemu...
Sebulan lalu. Saat Corona membabi buta di China dan kehebohan beritanya di Indonesia,salah satu wabah yang sedang merajalela,kemudian Sepak terjang Corona ini Akan seperti SARS 2003. Yang merebak ke seluruh dunia, hanya 8.000 Yang meninggal (hanya) 774 jiwa. Dulu pun, banyak yang cemas, takut,Lalu beritanya tenggelam dan usai hanya beberapa bulan begitu. Sebab, virus nya sama dengan Corona Walau beda “model” nya. Ini Corona yang “update”. Yang diserang sama seperti saluran nafas. penularanya juga sama,dari batuk dan cairan tubuh. Baik langsung,atau tak langsung, misal bersalaman, setelah batuk memegang kunci pintu, tombol lift, uang, dll.
Kehebohan, ketakutan dan kecemasan sekarang saya berpikir karena MEDSOS. Dulu 2003 belum ada MEDSOS, baru internet saja dan akses internet masih terbatas,tidak seperti sekarang hampir setiap orang punya HP, bisa akses internet dengan leluasa sekarang.

Sebulan berlalu saya mengecek data,ah, ternyata perkiraan saya salah total, tengok data berikut di bawah SARS 2003.
Bukan tandingan dari Covid 19. Covid 19, lebih dahsyat, penyebaranya. Lebih kejam dampak ekonominya. Dan lebih mematikan, nyawa korbanya.
Saya menduga. Yang berpikir seperti saya sebulan yang lalu dan bukan saya semata,yang berpikir akan tetapi juga, banyak pejabat pusat termasuk sampai rapat kabinet kerja,pikiranya seperti saya.
Sehingga kebijakan yang di ambil, bisa di sebut “SALAH RESEP”. Tempo memberitakan, tertanggal 26 Februari. Akibat dampak CORONA. Pemerintah akan mempromosikan wisata. Totalnya 298,5 M. Dan sekitar 72 M nya, untuk media dan influencer. Beberapa pekan lalu. Viral tulisan, bahwa kita bangsa Indonesia. Tahan dan anti virus Corona. Karena kebiasaan hidup kita. Semoga viralnya tulisan itu, bukan kerjaan,para Influencer, yang di kontrak pemerintah itu.
Bila yang kurang tepat berpikir adalah saya,tidak jadi soal, Saya bukan eksekutif,bukan pejabat pusat dan tidak punya kewenangan eksekusi kebijakan. Tapi bila rapat cabinet,maka ini perlu segera dievaluasi.
Harus ada kebijakan dan resep yang tepat. Konkrit dan lebih berani. Apakah mau meniru CINA, PERANCIS, dan ITALIA. Yang me lock down.
Atau meniru KOREA SELATAN, tanpa Lock down, tapi ada pengorbanan anggaran yang luar biasa.
China sang biang kerok awal sekarang berhasil mengendalikan, angka baru. Angka yang terjangkit dan meninggal turun drastis. Salah satu kelebihanya adalah sistem komando. Komunis dikenal dengan komando nya dan mengesampingkan HAM.Sistem Komando, itu kalau benar, luar biasa hasilnya kalau salah, langsung fatal.
Kita di kenal,Demokratis. Bahkan lebih demokratis dari AS. Kampiun Negara demokratis,dampaknya adalah banyak “cing-cong”. Baik antar pejabatnya,Pusat vs daerah apalagi para pendukung nya,Eks kampret dan kecebong. Semua kebijakan pejabat,akan dilihat dulu siapa pejabatnya itu. Siapa pejabat itu,apa jabatannya,warnanya apa?dan kita hampir semuanyadi lihat dari kacamata politik.
Issue yang berpolemik adalah LOCK DOWN,alias menutup total suatu daerah, bahkan Negara,serta rakyatnya wajib di dalam rumah. Di larang bepergian atau keluar,tanpa urusan yang sangat penting.
Ini dilakukan China terhadap wilayah WUHAN, Italia di belahan utaranya dan bahkan Perancis, untuk keseluruhan negaranya. Serta barusan adalah MALAYSIA.
Lock down atau tidak. Sama-sama berdampak. Lock down, suatu negara atau daerah. Dampak ekonomi, sudah pasti. Bukan soal pertumbuhan ekonomi. Masa bodoh, dengan pertumbuhan ekonomi,tapi soal kerawanan sosial,Soal kelangkaan barang – barang,dan soal kebutuhan hidup banyak warga. Yang bukan pegawai. Yang duitnya sekarang dapat, buat makan besok. Bila golongan ini, tidak boleh keluar rumah maka di pastikan, mereka juga tidak bisa makan. Ini problematikanya.
Karena itulah, kebijakan pemda pemda kita, kebanyakan adalah slow down. Bukan Lock down.
Italia, Perancis, Iran dan Malaysia. Pada awalnya sangat mungkin, seperti Indonesia sekarang.
Warganya tetap beraktifitas normal. Walau sudah ada anjuran, pemerintahnya. Awal awal, ada pro kontra, soal lock down. Pro kontra adalah ciri khas Negara demokratis.
Yang cocok di kondisi normal. Namun kurang efektif, di saat keadaan darurat / kebencanaan.
Dan akhirnya. Italia dan Peranis melock down. Setelah ratusan warganya meninggal. Akibat Corona.
Namun ada juga yang tidak. Yaitu KORSEL. Tanpa lock down. Relatif berhasil, mengendalikan dampak Corona. KORSEL proaktif pada pencegahan dan pengobatan dini. Segera memobilisasi, industry kesehatanya. Memproduksi sarana pemeriksaan Corona. Dalam jumlah yang massal. Sehingga pemeriksaan Corona di sana. Di gratiskan.
Kita. Indonesia. Sedang di persimpangan. Pemerintah pusat terkesan anti lock down. Pun, Saya tidak melihat, upaya massif seperti Korsel. Untuk betul betul. Memobilisasi industry.
Untuk penyediaan sarana terkait pencegahan dan penanggulangan dini. Sarana penting untuk masyarakat adalah masker, pelindung wajah (face shield), cairan sanitasi, sarung tangan, dll. Barang ini sekarang langka. Adapun, mahal.
Perlu mobilisasi industry. Bisa UMKM. Untuk memproduksi massal masker. Bisa dari kain biasa. Di jahit oleh penjahit baju rumahan. Lalu di edarkan gratis ke masyarakat. Atau dengan harga yang wajar.
Pun begitu dengan sarana RS. Alat dan reagen untuk deteksi, virus Corona. Masih sangat minim. Hanya ada di sekitar 12 tempat saja.
Yaitu di Eijkman, Litbangkes (Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan), serta Balai besar teknik kesehatan lingkungan dan pengendalaian penyakit (BBTKLPP). Hanya ada di Kota besar. Yaitu Jakarta, Yogya, Surabaya, Banjarbaru, Medan, Palembang, Batam, Makassar dan Ambon. Ini tentu, jauh dari cukup.
Hemat saya. Bila pemerintah pusat, menghindari atau menunda Lock Down. Maka harus ada upaya dan pengorbanan biaya yang serius. Klaupun pusat tidak. Setidaknya. Segera mobilisasi, di dorong, pemerintah daerah. Untuk masing – masing membuat kebijakan. Jangan, malah. Curiga – curiga an. Dan melarang. PEMDA yang berinisiatif. Mencegah, penyebaran Corona. Di sindir, cari panggung politik, melebihi kewenangan, dll. Ini, bikin PEMDA, gamang, untuk bertindak lebih lanjut, dalam pencegahan Corona.
Bila Negara maju, semacam Italia dan Perancis. Kewalahan menghadapi Corona. Pun, akhirnya, mereka MELOCK DOWN. Secara nasional. Maka, alasan apa, yang bisa meyakinkan kita. Indonesia bisa terhindar dari Lock Down? Ataukah ujungnya, Indonesia akan melock down, setelah dampaknya parah baik secara ekonomi pun nyawa rakyatnya?Protus Burin
COMMENTS