NORMA KETENAGAKERJAAN RUU CIKA & UUK HAK HAK PEKERJA / BURUH JIKA RUU CIKA DISYAHKAN Oleh: Joko Heryono,SH Kaltim, Radar Nusantara ...
NORMA KETENAGAKERJAAN RUU CIKA & UUK HAK HAK PEKERJA / BURUH JIKA RUU CIKA DISYAHKAN Oleh: Joko Heryono,SH
Kaltim, Radar Nusantara
I. KETENTUAN SANKSI PIDANA.
Pasal 185
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2),pasal 68, pasal 69 ayat (2), pasal 80,pasal 82,pasal 88A ayat (2),pasal 88F ayat (2), pasal 143, pasal 156 ayat (3) dan pasal 160 ayat (4),dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100,000,000,00 (serratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400,000,000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 42 ayat (2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenagakerja asing.
Pasal 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.
Pasal 69 ayat (2) Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:
a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 80 Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Pasal 82 ayat (1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Ayat (2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pasal 88A ayat (2) Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai kesepakatan atau sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 88F ayat (2) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana di masud pada pasal 88C ayat (2) ( ttg Upah minimum Provinsi) dan Pasal 88E ayat (2). (ttg: Upah minimum Padat karya).
Pasal 143 ayat (1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
Ayat (2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 156 ayat (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja ,pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.
Pasal 160 ayat (4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali.
II. KETENTUAN SANKSI PIDANA.
PASAL 186
(1) Barang siapa melanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10,000,000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400,000,000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 35 ayat (3) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Pasal 93 ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila:
a. Pekerja/buruh tidak masuk kerja dan /atau tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan.
b. Pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaanya dan telah mendapatkan persetujuan pengusaha.
c. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah di janjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakan karena kesalahan pengusaha sendiri atau halangan yang seharusnya dapat di hindari pengusaha.
d. Pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya.
Pasal 137 Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Pasal 138 ayat (1) Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.
III. KETENTUAN SANKSI PIDANA.
PASAL 187
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1),Pasal 71 ayat(2),Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2),Pasal 85 ayat (3),dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (duabelas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10,000,000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100,000,000,00 (serratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 67 ayat (1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Pasal 71 ayat (2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi syarat:
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
Pasal 78 ayat (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
Ayat (2) waktu istirahat dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja /buruh paling sedikit meliputi:
a. Istirshst antara jam kerja ,paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terusmenerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja .
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 85 ayat (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Pasal 144 Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang:
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
IV. KETENTUAN SANKSI PIDANA DENDA.
PASAL 188
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2), pasai 78 ayat (1), dan Pasal 148 ,dikenai sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5,000,000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50,000,000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 38 ayat (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu.
Pasal 78 ayat (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 148 (1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan
b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out).
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
V. KETENTUAN SANKSI ADMINISTRATIF.
PASAL 190
(1) Pemerintah mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan -ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,Pasal 6,Pasal 14 ayat (2), Pasal 15,Pasal 25,Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (2),Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1),Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat(1), Pasal 61A,Pasal 63 ayat (1),Pasal 87,Pasal 106,Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3),Pasal 114,Pasal 126 ayat (3), dan pasal 160 ayat (1)(2) Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5 Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal 6 Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Pasal 14 ayat (2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
Pasal 15 Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan:
a. tersedianya tenaga kepelatihan;
b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.
Pasal 25 ayat (1) Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 35 ayat (2) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja
Pasal 37 ayat (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 38 ayat (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu.
Pasal 42 ayat (1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 45 ayat (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
Pasal 47 ayat (1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.
Pasal 61A ayat (1) dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf b dab huruf c ,pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja /buruh.
(2)Uang kompensasi sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai masakerja paling sedikit 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan.
(3)ketentuan lebih lanjut mengenai besaran uang kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63 ayat (1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pasal 87 ayat (1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 106 (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
(2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
(3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 108 ayat (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 111 ayat (3) Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.
Pasal 114 Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
Pasal 126 ayat (3) Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja/buruh atas biaya perusahaan.
Pasal 160 ayat (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua)orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
VI.KETENTUAN JAMINAN SOSIAL TENAGAKERJA
Program jaminan social meliputi:
1. Jaminan Kesehatan
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
3. Jaminan Hari Tua
4. Jaminan Pensiun
5. Jaminan Kematian
6. Jaminan Kehilangan pekerjaan.
Badan Penyelenggara adalah :
BPJS KESEHATAN :
Jaminan kesehatan
BPJS KETENAGAKERJAAN:
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan Hari Tua
Jaminan Pensiun
Jaminan kematian
Jaminan Kehilangan Pekerjaan
VII.PENGHARGAAN LAINYA
Pasal 92 RUU CIKA
(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja,pemberikerja berdasarkan undang – undang ini memberikan penghargaan lainya kepada pekerja/buruh.
(2) Penghargaan lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan :
a. Pekerja/buruh memiliki masakerja dari 3 (tiga) tahun , sebesar 1 (satu) kali upah.
b. Pekerja /buruh yang memiliki masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, sebesar 2 (dua) kali upah.
c. Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (Sembilan) tahun, sebesar 3(tiga) kali upah.
d. Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 9 (Sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, sebesar 4 (empat) kali upah.
e. Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih sebesar 5 (lima) kali upah.
(3) Pemberian penghargaan lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) kali dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja sebelum berlakunya undang-undang ini.
(5) Ketentuan mengenai penghargaan lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil.Protus Burin
Kaltim, Radar Nusantara
I. KETENTUAN SANKSI PIDANA.
Pasal 185
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (2),pasal 68, pasal 69 ayat (2), pasal 80,pasal 82,pasal 88A ayat (2),pasal 88F ayat (2), pasal 143, pasal 156 ayat (3) dan pasal 160 ayat (4),dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100,000,000,00 (serratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400,000,000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 42 ayat (2) Pemberi kerja orang perseorangan dilarang mempekerjakan tenagakerja asing.
Pasal 68 Pengusaha dilarang mempekerjakan anak.

a. izin tertulis dari orang tua atau wali;
b. perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;
c. waktu kerja maksimum 3 (tiga) jam;
d. dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;
e. keselamatan dan kesehatan kerja;
f. adanya hubungan kerja yang jelas; dan
g. menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 80 Pengusaha wajib memberikan kesempatan yang secukupnya kepada pekerja/buruh untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan oleh agamanya.
Pasal 82 ayat (1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan. Ayat (2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Pasal 88A ayat (2) Pengusaha wajib membayar upah kepada pekerja/buruh sesuai kesepakatan atau sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 88F ayat (2) Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana di masud pada pasal 88C ayat (2) ( ttg Upah minimum Provinsi) dan Pasal 88E ayat (2). (ttg: Upah minimum Padat karya).
Pasal 143 ayat (1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.
Ayat (2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 156 ayat (1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja ,pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja.
Pasal 160 ayat (4) Dalam hal pengadilan memutuskan perkara pidana sebelum masa 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir dan pekerja/buruh dinyatakan tidak bersalah, maka pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh kembali.
II. KETENTUAN SANKSI PIDANA.
PASAL 186
(1) Barang siapa melanggar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 93 ayat (2), Pasal 137, dan Pasal 138 ayat (1) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10,000,000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 400,000,000,00 (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana di maksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 35 ayat (3) Pemberi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam mempekerjakan tenaga kerja wajib memberikan perlindungan yang mencakup kesejahteraan, keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik tenaga kerja.
Pasal 93 ayat (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan pengusaha wajib membayar upah apabila:
a. Pekerja/buruh tidak masuk kerja dan /atau tidak melakukan pekerjaan karena berhalangan.
b. Pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena melakukan kegiatan lain diluar pekerjaanya dan telah mendapatkan persetujuan pengusaha.
c. Pekerja/buruh bersedia melakukan pekerjaan yang telah di janjikan tetapi pengusaha tidak mempekerjakan karena kesalahan pengusaha sendiri atau halangan yang seharusnya dapat di hindari pengusaha.
d. Pekerja/buruh tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena menjalankan hak waktu istirahat atau cutinya.
Pasal 137 Mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.
Pasal 138 ayat (1) Pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh yang bermaksud mengajak pekerja/buruh lain untuk mogok kerja pada saat mogok kerja berlangsung dilakukan dengan tidak melanggar hukum.
III. KETENTUAN SANKSI PIDANA.
PASAL 187
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 67 ayat (1),Pasal 71 ayat(2),Pasal 78 ayat (2), Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2),Pasal 85 ayat (3),dan Pasal 144, dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (duabelas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10,000,000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100,000,000,00 (serratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 67 ayat (1) Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya.
Pasal 71 ayat (2) Pengusaha yang mempekerjakan anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi syarat:
a. di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;
b. waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari; dan
c. kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, sosial, dan waktu sekolah.
Pasal 78 ayat (2) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar upah kerja lembur.
Pasal 79 ayat (1) dan ayat (2) Pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh.
Ayat (2) waktu istirahat dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada pekerja /buruh paling sedikit meliputi:
a. Istirshst antara jam kerja ,paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terusmenerus dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja .
b. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 85 ayat (3) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib membayar upah kerja lembur.
Pasal 144 Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang:
a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau
b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.
IV. KETENTUAN SANKSI PIDANA DENDA.
PASAL 188
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 ayat (2), pasai 78 ayat (1), dan Pasal 148 ,dikenai sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5,000,000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50,000,000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran.
Pasal 38 ayat (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu.
Pasal 78 ayat (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (2) harus memenuhi syarat:
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 (empat) jam dalam 1 (satu) hari dan 18 (delapan belas) jam dalam 1 (satu) minggu.
Pasal 148 (1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:
a. waktu (hari, tanggal, dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock out); dan
b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock out).
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
V. KETENTUAN SANKSI ADMINISTRATIF.
PASAL 190
(1) Pemerintah mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran ketentuan -ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,Pasal 6,Pasal 14 ayat (2), Pasal 15,Pasal 25,Pasal 35 ayat (2), Pasal 37 ayat (2),Pasal 38 ayat (2), Pasal 42 ayat (1),Pasal 45 ayat (1), Pasal 47 ayat(1), Pasal 61A,Pasal 63 ayat (1),Pasal 87,Pasal 106,Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3),Pasal 114,Pasal 126 ayat (3), dan pasal 160 ayat (1)(2) Undang-Undang ini serta peraturan pelaksananya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administratif sebagimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5 Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal 6 Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Pasal 14 ayat (2) Lembaga pelatihan kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota.
Pasal 15 Penyelenggara pelatihan kerja wajib memenuhi persyaratan:
a. tersedianya tenaga kepelatihan;
b. adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan;
c. tersedianya sarana dan prasarana pelatihan kerja; dan
d. tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan kerja.
Pasal 25 ayat (1) Pemagangan yang dilakukan di luar wilayah Indonesia wajib mendapat izin dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
(2) Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelenggara pemagangan harus berbentuk badan hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan mengenai tata cara perizinan pemagangan di luar wilayah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 35 ayat (2) Pelaksana penempatan tenaga kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan perlindungan sejak rekrutmen sampai penempatan tenaga kerja
Pasal 37 ayat (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dalam melaksanakan pelayanan penempatan tenaga kerja wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 38 ayat (2) Lembaga penempatan tenaga kerja swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, hanya dapat memungut biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu.
Pasal 42 ayat (1) Setiap pemberi kerja yang mempekerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 45 ayat (1) Pemberi kerja tenaga kerja asing wajib:
a. menunjuk tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai tenaga pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan untuk alih teknologi dan alih keahlian dari tenaga kerja asing; dan
b. melaksanakan pendidikan dan pelatihan kerja bagi tenaga kerja Indonesia sebagaimana dimaksud pada huruf a yang sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki oleh tenaga kerja asing.
Pasal 47 ayat (1) Pemberi kerja wajib membayar kompensasi atas setiap tenaga kerja asing yang dipekerjakannya.
Pasal 61A ayat (1) dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu berakhir sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf b dab huruf c ,pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja /buruh.
(2)Uang kompensasi sebagaimana di maksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai masakerja paling sedikit 1 tahun pada perusahaan yang bersangkutan.
(3)ketentuan lebih lanjut mengenai besaran uang kompensasi diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 63 ayat (1) Dalam hal perjanjian kerja waktu tidak tertentu dibuat secara lisan, maka pengusaha wajib membuat surat pengangkatan bagi pekerja/buruh yang bersangkutan.
Pasal 87 ayat (1) Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.
(2) Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 106 (1) Setiap perusahaan yang mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja/ buruh atau lebih wajib membentuk lembaga kerja sama bipartit.
(2) Lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berfungsi sebagai forum komunikasi, dan konsultasi mengenai hal ketenagakerjaan di perusahaan.
(3) Susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terdiri dari unsur pengusaha dan unsur pekerja/buruh yang ditunjuk oleh pekerja/buruh secara demokratis untuk mewakili kepentingan pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan.
(4) Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan keanggotaan lembaga kerja sama bipartit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 108 ayat (1) Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Pasal 111 ayat (3) Masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2 (dua) tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya.
Pasal 114 Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
Pasal 126 ayat (3) Pengusaha harus mencetak dan membagikan naskah perjanjian kerja bersama kepada setiap pekerja/buruh atas biaya perusahaan.
Pasal 160 ayat (1) Dalam hal pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib karena diduga melakukan tindak pidana bukan atas pengaduan pengusaha, maka pengusaha tidak wajib membayar upah tetapi wajib memberikan bantuan kepada keluarga pekerja/buruh yang menjadi tanggungannya dengan ketentuan sebagai berikut:
a. untuk 1 (satu) orang tanggungan: 25% (dua puluh lima perseratus) dari upah;
b. untuk 2 (dua)orang tanggungan: 35% (tiga puluh lima perseratus) dari upah;
c. untuk 3 (tiga) orang tanggungan: 45% (empat puluh lima perseratus) dari upah;
d. untuk 4 (empat) orang tanggungan atau lebih: 50% (lima puluh perseratus) dari upah.
(2) Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk paling lama 6 (enam) bulan takwin terhitung sejak hari pertama pekerja/buruh ditahan oleh pihak yang berwajib.
VI.KETENTUAN JAMINAN SOSIAL TENAGAKERJA
Program jaminan social meliputi:
1. Jaminan Kesehatan
2. Jaminan Kecelakaan Kerja
3. Jaminan Hari Tua
4. Jaminan Pensiun
5. Jaminan Kematian
6. Jaminan Kehilangan pekerjaan.
Badan Penyelenggara adalah :
BPJS KESEHATAN :
Jaminan kesehatan
BPJS KETENAGAKERJAAN:
Jaminan Kecelakaan Kerja
Jaminan Hari Tua
Jaminan Pensiun
Jaminan kematian
Jaminan Kehilangan Pekerjaan
VII.PENGHARGAAN LAINYA
Pasal 92 RUU CIKA
(1) Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja,pemberikerja berdasarkan undang – undang ini memberikan penghargaan lainya kepada pekerja/buruh.
(2) Penghargaan lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan ketentuan :
a. Pekerja/buruh memiliki masakerja dari 3 (tiga) tahun , sebesar 1 (satu) kali upah.
b. Pekerja /buruh yang memiliki masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, sebesar 2 (dua) kali upah.
c. Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (Sembilan) tahun, sebesar 3(tiga) kali upah.
d. Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 9 (Sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, sebesar 4 (empat) kali upah.
e. Pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih sebesar 5 (lima) kali upah.
(3) Pemberian penghargaan lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk 1 (satu) kali dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2) berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja sebelum berlakunya undang-undang ini.
(5) Ketentuan mengenai penghargaan lainya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil.Protus Burin
COMMENTS