Serang, RN Badan Riset dan Inovasi Mathla’ul Anwar (BRIMA) mengadakan bedah buku online yang akan mengungkap jejak pemimpin inklusif dari B...
Serang, RN
Badan Riset dan Inovasi Mathla’ul Anwar (BRIMA) mengadakan bedah buku online yang akan mengungkap jejak pemimpin inklusif dari Banten, Kiai Embay Mulya Syarief, karya Eko Supriatno. Acara ini diselenggarakan melalui platform Zoom dan dihadiri oleh narasumber-narasumber terkemuka pada Sabtu (15/3/25).
Gubernur Andra Soni turut hadir dalam acara bedah buku yang dihadiri lebih dari 500 peserta melalui webinar. Acara ini berhasil menarik perhatian berbagai kalangan. Acara bedah buku semakin menarik dengan dipandu oleh moderator Kang Ocid Abdurrosyd Siddiq dan host Ketua Umum DPP Gemawati, MA Sintia Aulia Rahmah, yang membawa suasana diskusi semakin hidup dan interaktif.
Badan Riset dan Inovasi Mathla’ul Anwar (BRIMA) hadir sebagai lembaga yang memperkuat ekosistem riset dan inovasi. Tidak hanya mengelola potensi kader dan sumber daya MA secara maksimal, BRIMA juga berfungsi sebagai think-tank yang merumuskan pemikiran, gagasan, dan kebijakan baru. Dalam rangka merawat tradisi keilmuan dan intelektualitas, BRIMA menggelar bedah buku biografi Kiai Embay Mulya Syarief, sosok yang menjadi inspirasi bagi banyak kalangan.
“Bedah buku ini adalah bagian dari upaya kami untuk merawat tradisi keilmuan dan intelektualitas,” ujar Asep Rohmatullah, Direktur BRIMA. “Kiai Embay adalah sosok yang tidak hanya menginspirasi, tetapi juga memberikan teladan nyata dalam membangun masyarakat yang berkeadilan.”
Acara bedah buku ini terasa spesial karena menjadi semacam kado ulang tahun untuk Kiai Embay yang ke-73. Bagi BRIMA, Kiai Embay bukan hanya Ketua Umum Mathla’ul Anwar, ormas Islam terbesar ketiga di Indonesia, tetapi juga seorang jawara putih yang memegang teguh nilai-nilai Islam dan moral. Beliau adalah ulama moderat dan inklusif, sekaligus pengusaha sukses yang latar belakangnya begitu komplit.
“Kiai Embay adalah sosok yang langka. Beliau tidak hanya berbicara tentang teori, tetapi juga mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan nyata,” kata Asep Rohmatullah.
Acara bedah buku ini menghadirkan testimoni dari 12 guru besar dan pakar dari berbagai kampus di Indonesia.
Mereka hadir untuk menyoroti kiprah Kiai Embay dari berbagai sudut pandang: Misalnya: Prof. Asep Saepudin Jahar (Rektor UIN Jakarta): Menyoroti peran Kiai Embay dalam memajukan pendidikan Islam yang inklusif dan moderat. Prof. Fatah Sulaiman (Rektor Untirta): Membahas kontribusi Kiai Embay dalam membangun sinergi antara pendidikan, teknologi, dan masyarakat.
Prof. Mufti Ali (Warek I UIN Banten): Menyoroti pemikiran keislaman Kiai Embay yang inklusif dan relevan dengan konteks keindonesiaan. Prof. Andriansyah (Rektor UNMA Banten): Membahas peran Kiai Embay dalam membangun pendidikan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Prof. Ahmad Sarbini (Direktur Pascasarjana UIN Bandung): Fokus pada nilai-nilai kepemimpinan Kiai Embay yang dapat diadopsi dalam pengembangan pendidikan. Prof. Amin Suma (Ketum HISSI dan Guru Besar FSH UIN Jakarta): Membahas kiprah Kiai Embay dalam memperkuat jaringan ulama dan organisasi Islam. Prof. Euis Amalia (Guru Besar Ekonomi Syariah UIN Jakarta): Menyoroti kontribusi Kiai Embay dalam pengembangan ekonomi syariah dan pemberdayaan umat. Prof. Lili Romli (Ahli Peneliti Utama BRIN): Membahas peran Kiai Embay dalam membangun dialog antara agama, budaya, dan ilmu pengetahuan. Bonnie Triyana (Anggota DPR RI): Menyoroti jejak historis Kiai Embay sebagai pemimpin yang membawa perubahan sosial di Banten. Dan Prof. Ari Sandhyavitri (Guru Besar Fakultas Teknik Universitas Riau): Membahas relevansi nilai-nilai kepemimpinan Kiai Embay dalam pengembangan teknologi dan rekayasa berkelanjutan.
Kiai Embay Mulya Syarief Mengucapkan Terima Kasih atas Biografi dan Bedah Buku Spesial. “Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Eko Supriatno yang telah menulis biografi saya dengan sangat teliti dan mendalam. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada BRIMA yang telah mengadakan bedah buku spesial ini, yang telah mempertemukan saya dengan 12 pakar yang telah membedah biografi saya dengan sangat mendalam dan inspiratif.”
“Terima kasih juga kepada 12 pakar yang telah membedah biografi saya, yaitu Prof. Asep Saepudin Jahar, Prof. Fatah Sulaiman, Prof. Mufti Ali, Prof. Andriansyah, Prof. Ahmad Sarbini, Prof. Amin Suma, Prof. Euis Amalia, Prof. Lili Romli, Bonnie Trias, Prof. Ari Sandhyavitri, dan lain-lain. Saya sangat berterima kasih atas kontribusi dan partisipasi Anda semua dalam acara ini. Semoga biografi saya dapat menjadi inspirasi bagi generasi muda dan dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara.”
Buku Biografi yang Layak Dibaca
Buku biografi Kiai Embay adalah upaya Kang Eko Supriatno untuk mengumpulkan remah-remah identitas Kiai Embay yang kerap tercerabut dari akarnya sebagai manusia merdeka dan otonom. Dengan tebal 236 halaman, buku ini adalah hasil kompilasi dari berbagai berita, tulisan, dan catatan media tentang Kiai Embay.
“Saya mencoba meramunya menjadi sebuah kerangka tekstual yang namanya biografi. Dipoles dengan pendekatan sastra, jurnalistik, dan filosofis budaya, untuk menghadirkan gambaran utuh tentang sosok beliau yang memang multidimensi,” jelas Kang Eko.
Kiai Embay, bagi Kang Eko, bukanlah tipe orang yang abai terhadap peristiwa. Beliau dengan rapi meliterasikan pengalaman dirinya dan pengalaman kemanusiaannya. Ini memudahkan Kang Eko melacak jejak pemikiran Kiai Embay melalui buah pena—baik lewat reportase, berita, maupun ulasan.
“Ada spirit ‘perjuangan nilai’ yang melekat pada sikap beliau yang nonkooperatif terhadap segala bentuk ketidakadilan dan penindasan. Misalnya, perjuangan beliau melawan PIK 2 adalah bukti nyata dari konsistensi beliau dalam memperjuangkan keadilan,” papar Kang Eko.
Buku ini mendapatkan respons yang luar biasa. Banyak pihak ingin menjadi tuan rumah bedah buku ini, dan permintaan cetak ulang terus berdatangan. “Ini bukan sekadar apresiasi terhadap buku atau penulisnya, tetapi bukti bahwa keteladanan dan kisah hidup Kiai Embay menyentuh banyak orang,” ujar Kang Eko.
Ia juga mengusulkan agar BRIMA segera merencanakan penerbitan buku lanjutan, yang merangkum pandangan 12 pakar tentang Kiai Embay. “Saya siap standby menjadi juru tulis sampai beres,” ujarnya dengan semangat.
Pandangan Para Pakar
Prof. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D., Rektor UIN Jakarta, menyoroti peran Kiai Embay dalam memajukan pendidikan Islam yang inklusif dan moderat. Menurutnya, nilai-nilai yang dibawa Kiai Embay bukan sekadar wacana, tetapi telah diimplementasikan dalam kehidupan nyata. "Mathla’ul Anwar, organisasi yang dipimpinnya, harus terus berperan aktif dalam membangun ekonomi, budaya, dan ketahanan pangan. Kiai Embay telah menunjukkan bahwa pendidikan Islam tidak boleh berhenti pada ritual, tetapi harus menyentuh aspek-aspek kehidupan yang lebih luas," ujarnya.
Kiai Embay adalah sosok yang langka. Ia tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menanamkan akhlak dan integritas. Prof. Dr. Ir. H. Fatah Sulaiman, ST., MT., Rektor UNTIRTA, mengenang Kiai Embay sebagai sosok pembelajar sejati. "Sejak SMA, beliau sudah menunjukkan idealisme dan motivasi yang luar biasa. Banyak muridnya yang kini menduduki posisi penting di berbagai bidang, mulai dari ASN, BUMN, hingga TNI-Polri. Ini bukti bahwa kepemimpinannya mampu menginspirasi dan melahirkan generasi unggul," paparnya.
Kiai Embay bukan hanya tokoh agama, tetapi juga inisiator yang mampu membangun sinergi antara pendidikan, teknologi, dan masyarakat. Prof. Mufti Ali, M.A., Ph.D., Wakil Rektor UIN Banten, menyoroti pemikiran keislaman Kiai Embay yang inklusif dan relevan dengan konteks keindonesiaan. "Teori Maulana Hasanuddin Leadership cocok untuk membedah kepemimpinan Kiai Embay. Beliau tidak hanya bicara tentang agama, tetapi juga tentang ekonomi, budaya, dan pemberdayaan masyarakat," ungkapnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Andriansyah, M.Si., Rektor UNMA Banten, menekankan peran Kiai Embay dalam membangun pendidikan yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. "Kiai adalah sosok yang fasih dalam dunia akademik dan konsisten dalam integritas. Kepemimpinannya menjadi inspirasi bagi pengembangan pendidikan vokasi dan kewirausahaan," katanya.
Prof. Dr. Euis Amalia, M.Ag., Guru Besar Ekonomi Islam UIN Jakarta, menyoroti kontribusi Kiai Embay dalam pengembangan ekonomi syariah dan pemberdayaan umat. "Nilai-nilai keislaman yang dibawa Kiai Embay telah diintegrasikan dalam pembangunan ekonomi yang berkeadilan. Ini adalah warisan yang sangat berharga bagi generasi mendatang," ujarnya.
Kiai Embay juga dikenal sebagai sosok yang egaliter. Ia mampu berkomunikasi dengan berbagai kalangan, mulai dari pengusaha hingga pedagang asongan. "Beliau adalah tokoh kejujuran dan integritas. Secara tertulis, saya siap menulis pemikiran beliau untuk kemajuan Banten," tambah Prof. Euis.
Bonnie Triyana, sejarawan dan anggota DPR RI, menyoroti jejak historis Kiai Embay sebagai pemimpin yang membawa perubahan sosial di Banten. "Kiai Embay adalah produk masyarakat yang memiliki kharisma sejak muda. Beliau adalah jawara putih yang mampu mentransfer nilai-nilai kebantenan ke dalam konteks kekinian," ujarnya.
Bonnie juga mengingatkan pentingnya merekonstruksi makna "jawara". "Jawara bukanlah preman yang menakut-nakuti, tetapi sosok yang memiliki nilai moral, kehormatan, dan kesetiaan. Kiai Embay adalah contoh nyata dari jawara sejati," tegasnya.
Iip Arief Budiman, Direktur Utama PT. Krakatau Sarana Infrastruktur, membahas peran Kiai Embay dalam mendorong pembangunan infrastruktur yang berpihak pada masyarakat. "Kiai Embay terlibat dalam pengembangan industrialisasi di Banten sejak era 1970-an. Beliau adalah jembatan antara pusat dan daerah, serta memiliki integritas, kapabilitas, dan akseptabilitas yang tinggi," ungkapnya.
Prof. Dr. Lili Romli, M.Si., ahli peneliti utama BRIN dan pengurus ICMI, menyoroti peran Kiai Embay Mulya Syarief sebagai tokoh yang mampu menjembatani agama, budaya, dan ilmu pengetahuan. Kiai Embay, yang akrab disapa "Ka Haji", adalah sosok langka yang tidak hanya berbicara tentang teori, tetapi juga mengimplementasikan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan nyata.
Lili Romli mengapresiasi buku tentang Kiai Embay yang ditulis Kang Eko, menyebutnya sebagai dokumentasi gagasan yang inspiratif. Ia menekankan tiga level pengaruh Kiai Embay: Lokal: Sebagai figur populer di Banten, Kiai Embay memimpin Mathla’ul Anwar dan menjadi sumber motivasi luar biasa. Nasional: Sebagai tokoh agama mumpuni, ia mengikis stigma negatif tentang "jawara" dengan memperkenalkan konsep "Jawara Putih", menegaskan bahwa Banten adalah masyarakat egaliter, terbuka, dan kosmopolitan. Global: Kiai Embay adalah ulama moderat yang menentang fundamentalisme dan radikalisme, sekaligus aktif membina etnis minoritas seperti Tionghoa.
Lili Romli juga mengingat bagaimana Kiai Embay membela budaya Banten dalam sebuah talkshow, menegaskan bahwa Islam di Banten adalah Islam pesisir yang inklusif dan cinta tanah air. "Jangan tanya nasionalisme Banten, kami cinta mati pada NKRI," kata Kiai Embay. Sebagai penutup, Lili Romli menyarankan agar UNMA, BRIMA, dan BRIN melakukan kajian lebih mendalam tentang Bantenologi untuk mempromosikan Islam moderat dan nilai-nilai kebantenan yang diwariskan Kiai Embay. Sosok Kiai Embay adalah bukti bahwa integritas, moderasi, dan semangat pemberdayaan dapat menciptakan perubahan bermakna bagi masyarakat.
Prof. Dr. Ir. Ari Sandhyavitri, MSc, guru besar Fakultas Teknik Universitas Riau, menyoroti relevansi nilai-nilai kepemimpinan Kiai Embay Mulya Syarief dalam pengembangan teknologi dan rekayasa berkelanjutan. Menurutnya, integritas dan visi Kiai Embay dapat menjadi inspirasi bagi insinyur masa depan dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Kiai Embay, yang dikenal sebagai "Jawara Putih", tidak hanya menjadi simbol kepemimpinan di bidang keagamaan dan sosial, tetapi juga memberikan contoh nyata dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan. "Kiai Embay adalah sosok yang memahami pentingnya rekayasa berkelanjutan. Ia bukan hanya berbicara tentang teori, tetapi juga mengimplementasikannya dalam kehidupan nyata," ujar Ari Sandhyavitri. Melalui pantun nasihat Tenas Effendy, Ari Sandhyavitri menggarisbawahi nilai-nilai yang juga dimiliki Kiai Embay: keimanan yang teguh, ketekunan dalam ibadah, dan kehidupan yang dijalani dengan penuh ketulusan. "Kiai Embay adalah contoh nyata dari orang budiman yang hidup dan mati karena Allah (lillah). Ini adalah prinsip yang harus dipegang oleh setiap insinyur dalam menjalankan profesinya," tambahnya.
Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, M.M., Ketua Umum MPN HISSI, menyoroti peran Kiai Embay dalam memperkuat jaringan ulama dan organisasi Islam. Menurutnya, kepemimpinan Kiai Embay adalah model yang ideal bagi penguatan peran ulama dalam membangun masyarakat yang inklusif. "Kiai Embay adalah sosok yang langka. Ia tidak hanya memimpin dengan integritas, tetapi juga membawa nilai-nilai keislaman yang relevan dengan konteks kekinian," ujarnya.
Kiai Embay dikenal sebagai ulama yang mampu menjembatani berbagai kelompok masyarakat, dari kalangan pesantren hingga intelektual, dari pengusaha hingga pedagang kecil. "Beliau adalah contoh nyata dari ulama yang tasamuh (toleran), luwes, dan mengayomi. Ini adalah modal penting untuk membangun masyarakat yang inklusif," tambah Prof. Amin Suma.
Mengutip QS Al-Mujadalah ayat 11, Prof. Amin Suma menegaskan bahwa ilmu dan iman adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. "Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Kiai Embay adalah bukti nyata dari ayat ini. Beliau tidak hanya menguasai ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, sehingga mampu membawa perubahan yang signifikan," paparnya.
Kiai Embay juga mengamalkan hadis Nabi, "Man aroda dunya fa alaihi bil ilmi" (Barang siapa menginginkan dunia, maka ia harus menuntut ilmu). "Beliau adalah sosok yang mengamalkan ilmu sebagai bekal untuk membangun dunia yang lebih baik," kata Prof. Amin.
Dinamika Kehidupan Kiai Embay
Kiai Embay tidak pernah berhenti belajar dan berinovasi. Di usianya yang semakin matang, ia tetap memperjuangkan nilai-nilai kebaikan melalui Mathla’ul Anwar dan berbagai organisasi yang dipimpinnya. Kiai Embay bukan hanya pemimpin spiritual, tetapi juga penggerak sosial yang menyentuh kehidupan banyak orang. Sebagai seorang pejuang nilai, ia selalu mengutamakan kepentingan umat dan bangsa, dengan dasar keikhlasan dan ketulusan hati.
Buku ini adalah catatan hidup seorang pemimpin yang tidak hanya memimpin umat, tetapi juga memimpin perubahan sosial dan moral bagi masyarakat. Kiai Embay mengajarkan bahwa kepemimpinan bukan hanya soal jabatan, tetapi soal amanah dan tanggung jawab terhadap masyarakat dan Tuhan.*(Wan/ES).
COMMENTS