Radar Nusantara. Ada sebuah kutipan dari Fidel Castro yang masih menggema hingga hari ini: "Kita tidak cukup memberikan apa yang rakyat...
Radar Nusantara.
Ada sebuah kutipan dari Fidel Castro yang masih menggema hingga hari ini: "Kita tidak cukup memberikan apa yang rakyat butuhkan, melainkan juga memberi tahu apa yang harus mereka dapatkan. Bukan hanya diberi makan, tapi juga pendidikan, kesehatan, dan lainnya. Dengan begitu, rakyat akan diposisikan jauh lebih terhormat."
Kutipan ini bukan sekadar rangkaian kata, tapi sebuah filosofi yang mengajarkan kita tentang arti sebenarnya dari pemberdayaan. Memberi bukanlah sekadar memenuhi kebutuhan dasar, tapi juga tentang memastikan rakyat memiliki akses terhadap hak-hak mendasar yang memuliakan hidup mereka.
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto adalah langkah mulia. Namun, seperti halnya setiap kebijakan besar, program ini menuai kritik dan tantangan. Mulai dari skema pendanaan yang masih buram, kekhawatiran akan membebani APBN, hingga pertanyaan tentang efektivitasnya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Di tengah hiruk-pikuk pro dan kontra, kita bisa belajar dari Fidel Castro. Bagi Castro, memberi makan rakyat bukanlah tujuan akhir. Yang lebih penting adalah memastikan rakyat memiliki akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesempatan untuk berkembang. Ini adalah cara memuliakan manusia, bukan sekadar memenuhi kebutuhan perut.
Program MBG, dengan anggaran mencapai Rp71 triliun di tahun 2025, tentu memiliki potensi besar. Tapi, apakah ini cukup? Data dari Kemendikbud Ristek menunjukkan bahwa 26% ruang kelas di Indonesia dalam kondisi rusak, dan hanya 14% yang tergolong baik. Bagaimana mungkin kita bisa menciptakan generasi emas 2045 jika fasilitas pendidikan masih jauh dari memadai?
Fidel Castro mengajarkan kita bahwa pemberdayaan rakyat harus holistik. Bukan sekadar memberi makan, tapi juga memastikan mereka memiliki akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan yang memadai, dan kesempatan untuk berkembang. Ini adalah cara kita memuliakan rakyat, memastikan mereka tidak hanya bertahan hidup, tapi juga hidup dengan martabat.
Program MBG adalah langkah awal yang baik. Tapi, seperti kata Castro, kita tidak boleh berhenti di situ. Pemerintah harus memastikan bahwa program ini tidak mengorbankan sektor lain yang sama pentingnya, seperti pendidikan dan kesehatan. Karena, pada akhirnya, memuliakan rakyat bukanlah sekadar memberi makan, tapi juga memastikan mereka memiliki masa depan yang cerah.
Pertanyaannya sekarang: Sudahkah kita melakukan yang terbaik untuk memuliakan rakyat kita? Atau kita masih terjebak dalam pola pikir "memberi sekadarnya"? Mari belajar dari Fidel Castro. Karena memuliakan rakyat bukanlah pilihan, tapi kewajiban.
Memberi vs Memuliakan
Memberi, dalam bentuk paling dasar, adalah suatu tindakan kemanusiaan yang hampir selalu dihargai. Memberi makan kepada yang lapar, misalnya, adalah manifestasi dari kepedulian terhadap sesama, yang menunjukkan rasa empati dan kasih sayang. Namun, dalam kompleksitas dunia modern, apakah itu cukup? Tindakan memberi bisa jadi hanya sebatas solusi sementara. Seperti memberi seseorang ikan, ia akan merasa kenyang untuk sesaat, tapi tidak akan dapat bertahan lama tanpa diajari bagaimana cara menangkap ikan tersebut. Fidel Castro, dengan tegas, mengingatkan kita bahwa pemberian yang sesungguhnya adalah ketika kita memberi kesempatan bagi orang untuk berkembang—bukan hanya untuk bertahan hidup.
Memberi makan kepada yang lapar adalah hal yang baik, tetapi apakah itu cukup untuk memastikan martabat mereka tetap terjaga? Dalam dunia yang lebih luas, pemberian yang sejati tidak hanya berhenti pada pemenuhan kebutuhan fisik yang mendasar. Itu lebih dari sekadar memberi; itu tentang memberi akses kepada kesempatan, memberi kesempatan untuk mengembangkan potensi diri, memberi peluang untuk meraih mimpi. Pendidikan adalah pemberian yang akan memberdayakan seseorang lebih jauh daripada sekadar makanan. Kesehatan adalah pemberian yang memastikan mereka bisa hidup dengan penuh energi dan produktivitas. Akses terhadap sumber daya yang memadai—baik itu informasi, teknologi, atau infrastruktur—menjamin bahwa martabat mereka terjaga dan tidak hanya dihargai karena sekadar bertahan hidup.
Bayangkan seorang anak yang setiap hari diberi makan dengan penuh kasih, tetapi tak pernah diberi kesempatan untuk belajar. Tanpa pendidikan, ia akan terkekang dalam lingkaran kemiskinan, tak mampu menembus batasan-batasan sosial yang menghalangi dirinya untuk berkembang. Atau seorang ibu yang mendapat bantuan obat-obatan untuk mengatasi sakitnya, tetapi tidak pernah diberikan akses ke layanan kesehatan yang lebih lengkap dan berkualitas. Pemberian seperti ini, meski datang dari niat baik, tetap tidak akan cukup untuk memastikan keberlanjutan dan peningkatan kualitas hidup mereka.
Pemberian yang tulus tidak hanya mengisi kekosongan, tetapi juga memberi peluang bagi individu untuk memuliakan dirinya.
Memuliakan seseorang adalah memberi mereka jalan untuk berdiri dengan kaki sendiri, untuk meraih impian mereka tanpa ada batasan yang ditentukan oleh nasib atau keadaan. Dan itu, pada akhirnya, adalah bentuk pemberian yang sejati.
Memberi bukan hanya soal apa yang kita berikan, tapi lebih pada bagaimana apa yang kita beri bisa memberi seseorang kekuatan untuk berkembang, bertransformasi, dan menggapai kehidupan yang lebih bermartabat. Ini adalah tentang memberikan mereka alat untuk mengukir masa depan mereka sendiri. Memuliakan bukan hanya tentang memberi, tetapi tentang menciptakan dunia di mana orang memiliki kesempatan untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka sendiri.
Ketika kita berhenti hanya pada pemberian yang tampak cukup—makanan, obat-obatan, atau kebutuhan mendasar lainnya—kita mungkin melupakan bahwa martabat sejati datang dari kesempatan untuk berkembang. Dalam dunia yang lebih adil, memberi tidak hanya memuaskan perut seseorang, tetapi juga memberi mereka kesempatan untuk tumbuh, belajar, dan memperbaiki nasib mereka. Dengan memberi kesempatan itu, kita sebenarnya memberi lebih dari sekadar kehidupan yang penuh. Kita memberi mereka masa depan yang layak dijalani, dengan martabat yang tidak tergantung pada kebaikan orang lain, melainkan pada kekuatan dan potensi diri mereka sendiri.
Pendidikan: Senjata Paling Ampuh untuk Mengubah Dunia
Fidel Castro pernah mengatakan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk mengubah dunia. Kalimat ini mengandung makna yang dalam, jauh lebih dari sekadar proses belajar membaca dan menulis. Pendidikan sejati adalah tentang membuka pikiran dan memperluas horizon seseorang. Ini adalah jendela yang memungkinkan kita melihat dunia dengan cara yang berbeda, memahami berbagai perspektif, dan membangun kesadaran yang lebih dalam tentang keadaan sekitar kita. Pendidikan bukan hanya tentang mentransfer pengetahuan, tetapi juga membentuk generasi yang mampu berpikir kritis, yang bisa menilai dan membuat keputusan dengan bijaksana, tanpa terjebak dalam kebiasaan atau dogma yang ada.
Jika kita melihat ke Kuba, kita dapat melihat contoh nyata dari apa yang dimaksud Castro. Di tengah tantangan ekonomi yang membelenggu, negara ini berhasil menciptakan sistem pendidikan yang luar biasa. Pendidikan dan kesehatan, dua sektor yang sering kali dianggap mahal dan sulit dicapai oleh banyak negara berkembang, justru menjadi prioritas utama di Kuba. Meskipun negara ini menghadapi berbagai kesulitan, terutama dengan embargo yang melanda, mereka berhasil menunjukkan bahwa dengan niat dan kebijakan yang tepat, rakyat bisa diberi akses terhadap pendidikan yang berkualitas dan layanan kesehatan yang memadai.
Ini adalah bukti bahwa meskipun dibatasi oleh banyak faktor, ketika negara memprioritaskan pendidikan, hasilnya bukan hanya tentang kemampuan bertahan hidup, tetapi juga tentang memberikan masyarakat kesempatan untuk berkembang dan berkompetisi di tingkat global.
Pendidikan di Kuba bukan sekadar formalitas; ini adalah alat yang digunakan untuk menciptakan kesadaran sosial dan mengembangkan kemampuan intelektual yang diperlukan untuk melawan ketidakadilan, ketimpangan, dan segala bentuk penindasan. Bagi Fidel Castro, pendidikan adalah bentuk perlawanan yang paling kuat. Dengan pendidikan, rakyat tidak hanya menjadi lebih pintar, tetapi juga lebih berdaya. Mereka dapat berpikir kritis, mengajukan pertanyaan yang mendalam, dan akhirnya mampu menuntut perubahan yang lebih baik di masyarakat mereka. Dalam sistem yang demikian, tidak ada ruang untuk ketidakpedulian atau kebodohan. Rakyat dilibatkan dalam proses perubahan dan diberi alat untuk mewujudkan kemajuan.
Namun, pendidikan bukan hanya soal keberhasilan individu. Pendidikan yang berkualitas dan merata membawa dampak besar bagi masyarakat secara keseluruhan. Ia membuka jalan bagi inovasi, peningkatan kualitas hidup, dan kesejahteraan. Dengan pendidikan yang baik, setiap orang, dari anak kecil hingga orang dewasa, memiliki kesempatan untuk mewujudkan potensi terbaik mereka, berkontribusi pada masyarakat, dan berpartisipasi dalam kemajuan global. Inilah yang telah dicapai Kuba meski dihadapkan pada tantangan besar—mereka membuktikan bahwa kualitas pendidikan adalah salah satu pilar utama yang dapat mengubah nasib suatu bangsa.
Pendidikan yang diberikan tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan pekerjaan atau ekonomi semata, tetapi juga untuk membentuk karakter yang kuat, yang mampu menyikapi perubahan zaman dengan bijaksana dan penuh tanggung jawab. Ini adalah investasi untuk masa depan yang jauh lebih berharga daripada sekadar kepemilikan materi. Pendidikan adalah sarana untuk menciptakan individu-individu yang sadar akan peran dan tanggung jawab mereka dalam dunia yang lebih luas.
Dari sisi global, pendidikan yang berkualitas adalah senjata utama untuk mengatasi ketimpangan sosial dan ekonomi. Negara-negara dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih maju, memiliki daya saing yang kuat di pasar internasional, dan mampu menciptakan kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan rakyat. Pendidikan membuka peluang bagi inovasi, mendorong kemajuan teknologi, dan menciptakan pemimpin yang visioner. Tanpa pendidikan yang memadai, tidak ada kesempatan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Pendidikan adalah kunci untuk mewujudkan impian, baik individu maupun bangsa. Namun, itu hanya akan tercapai jika kita mampu memahami bahwa pendidikan bukan hanya tentang memenuhi kurikulum, tetapi juga tentang membentuk karakter, membuka pikiran, dan mempersiapkan masyarakat untuk menghadapi tantangan besar di masa depan.
Jika kita ingin mengubah dunia, mari kita mulai dengan memberi lebih banyak perhatian pada pendidikan. Karena dengan pendidikan yang baik, kita bukan hanya mengubah masa depan individu, tetapi juga mengubah nasib bangsa, dan pada akhirnya, dunia.
Kesehatan: Hak Dasar yang Harus Diperjuangkan
Kesehatan bukanlah barang mewah yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian orang, tetapi merupakan hak dasar yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu. Dalam dunia yang semakin maju dan terhubung, kita sering terjebak dalam ilusi bahwa kemajuan ekonomi dan teknologi adalah hal yang paling penting, sementara kesehatan, sebagai fondasi utama bagi kesejahteraan manusia, sering kali terlupakan. Namun, seperti yang dipahami dengan jelas oleh Fidel Castro, kesehatan bukan sekadar masalah medis—ia adalah hak asasi yang membentuk dasar kehidupan yang layak bagi setiap orang.
Di Kuba, pelayanan kesehatan tidak hanya dianggap sebagai kebutuhan, tetapi sebagai hak yang harus dijaga dan diperjuangkan untuk setiap warganya. Layanan kesehatan yang gratis dan merata menjadi landasan utama pembangunan sosial di sana. Cuba bayangkan sebuah negara di mana setiap warga negara, tanpa memandang status ekonomi atau sosial, memiliki akses yang sama terhadap perawatan kesehatan yang berkualitas. Di Kuba, mereka tidak hanya mengobati penyakit, tetapi lebih penting lagi, mereka berfokus pada pencegahan. Ini adalah pendekatan yang luar biasa untuk menjaga kesehatan masyarakat, yang melibatkan pendidikan tentang gaya hidup sehat, kebersihan, dan akses yang mudah ke fasilitas medis.
Ketika kesehatan menjadi prioritas utama dalam sebuah negara, dampaknya jauh lebih besar daripada sekadar mengurangi angka kematian atau mengobati penyakit. Kesehatan adalah fondasi yang memungkinkan setiap individu untuk berfungsi dengan baik dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan tubuh yang sehat, seseorang dapat bekerja dengan produktif, belajar tanpa gangguan, dan berkontribusi pada pembangunan masyarakat. Inilah yang menjadi investasi jangka panjang bagi suatu negara—sehatnya rakyat adalah cermin dari kekuatan dan kemajuan bangsa itu sendiri.
Fidel Castro menyadari bahwa kesehatan adalah salah satu hak dasar yang tak bisa dipisahkan dari martabat manusia. Ketika rakyat hidup dalam kondisi sehat, mereka tidak hanya diberi kesempatan untuk bertahan hidup, tetapi mereka juga diberi kesempatan untuk berkembang, berkreasi, dan berpartisipasi dalam perjalanan panjang bangsa mereka menuju kemajuan. Ini adalah investasi dalam kualitas hidup yang lebih baik dan masa depan yang lebih cerah. Ketika orang sehat, mereka bisa belajar tanpa batasan, mereka bisa mengembangkan potensi diri mereka, dan mereka bisa berperan serta dalam mewujudkan cita-cita bangsa. Tidak ada kemajuan yang sejati tanpa adanya rakyat yang sehat, karena kesehatan adalah kunci utama bagi semua kegiatan produktif dan inovatif.
Namun, dalam dunia yang penuh dengan ketidakpastian ekonomi dan sosial, sering kali kita melupakan bahwa kesehatan adalah hak yang seharusnya diberikan tanpa syarat. Bukan hanya sebagai respons terhadap kebutuhan medis, tetapi sebagai bagian dari upaya untuk membangun martabat manusia itu sendiri. Cuba renungkan, ketika sebuah bangsa memprioritaskan kesehatan rakyatnya, bukan hanya kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan sosial, mereka sedang membangun fondasi yang kokoh untuk pertumbuhan dan kemajuan.
Belajar dari pengalaman Kuba, kita melihat bagaimana negara ini dengan segala keterbatasannya berhasil menciptakan masyarakat yang lebih mandiri dan berdaya, dengan pendidikan dan kesehatan sebagai pilar utama. Ini bukan tentang sempurnanya negara itu, tetapi tentang kemauan mereka untuk mengutamakan kebutuhan rakyatnya. Mereka berhasil memprioritaskan kesejahteraan manusia, bukan hanya angka-angka ekonomi semata. Meskipun memiliki banyak tantangan, Kuba berhasil menunjukkan kepada dunia bahwa investasi pada rakyat—dalam bentuk kesehatan dan pendidikan—adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang lebih berdaya dan berintegritas.
Di tengah hiruk-pikuk pembangunan ekonomi, sering kali kita terlena oleh infrastruktur megah dan kemewahan material yang tampak luar biasa. Namun, kita sering lupa bahwa tujuan sejati dari pembangunan adalah memuliakan manusia, bukan sekadar membangun gedung-gedung tinggi atau jalan raya yang megah. Infrastruktur memang penting, tetapi jauh lebih penting adalah memastikan bahwa setiap individu di dalam masyarakat memiliki akses yang setara terhadap hak-hak dasar mereka—termasuk kesehatan.
Pembangunan yang sejati adalah pembangunan yang memuliakan martabat setiap manusia, yang mengutamakan kesejahteraan rakyat, dan yang meletakkan kesehatan serta pendidikan sebagai landasan utama. Karena ketika setiap individu diberi kesempatan untuk hidup sehat, mereka tidak hanya hidup dengan lebih baik, tetapi mereka juga dapat memberikan kontribusi yang lebih besar bagi masyarakat dan bangsa mereka. Ini adalah pesan yang harus kita renungkan dan perjuangkan bersama—bahwa kesehatan, seperti pendidikan, adalah hak dasar yang harus diperjuangkan oleh setiap negara demi kesejahteraan rakyatnya. Sebab, hanya dengan rakyat yang sehat, kita bisa berharap untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan lebih manusiawi.
Memuliakan, Bukan Sekadar Memberi
Fidel Castro, dalam perjalanan hidupnya yang penuh gejolak dan tantangan, mengajarkan kita sebuah pelajaran yang sangat mendalam tentang apa artinya memberi. Memberi bukan hanya tentang memenuhi kebutuhan fisik yang bersifat sementara, tetapi lebih dari itu—memberi adalah tentang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk hidup dengan martabat.
Memberi itu bukan sekadar menyediakan makanan di meja atau obat untuk yang sakit, tetapi juga memberikan akses kepada pendidikan yang membuka pintu dunia dan kesehatan yang memastikan tubuh dan pikiran tetap sehat untuk berkreasi dan berkarya.
Sebagaimana dikatakan oleh Paulo Coelho, "Dunia berubah ketika kita berubah." Perubahan itu dimulai bukan hanya dari tindakan pemberian, tetapi dari perubahan paradigma dalam cara kita memandang orang lain—bukan sebagai penerima bantuan, tetapi sebagai individu yang layak dihargai dan diberi kesempatan untuk berkembang. Kita diberi kesempatan untuk tidak hanya memberi, tetapi juga untuk memuliakan.
Jika kita berpikir bahwa memberikan adalah suatu bentuk kebaikan, maka kita perlu bertanya pada diri sendiri: Apakah pemberian kita cukup? Apakah itu hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan sesaat, atau apakah itu benar-benar memberi kesempatan untuk pertumbuhan jangka panjang, baik dalam pendidikan, dalam kesehatan, atau dalam kesempatan untuk meraih impian? Memberi tanpa pemikiran tentang pemuliaan manusia hanya menciptakan ketergantungan, sementara yang dibutuhkan oleh setiap individu adalah kesempatan untuk berdiri di atas kaki mereka sendiri.***
Tentang penulis:
BUNG EKO SUPRIATNO
Dosen Ilmu Pemerintahan di Fakultas Hukum dan Sosial
Universitas Mathla'ul Anwar Banten.
COMMENTS