Radar Nusantara "Danantara adalah ujian bagi Indonesia: apakah kita mampu membangun masa depan yang adil, atau terjebak dalam lingkaran...
Radar Nusantara
"Danantara adalah ujian bagi Indonesia: apakah kita mampu membangun masa depan yang adil, atau terjebak dalam lingkaran ketimpangan yang tak berujung." — Bung Eko Supriatno
Sabtu sore yang cerah, di tengah suasana ngabuburit ketika dunia masih setengah terjaga, saya ikut menyelami percakapan dalam Webinar BRIMA. Kali ini, topik yang diangkat tak kalah menggugah: "Superholding Danantara: Berkah atau Musibah?" Sebuah pertanyaan yang, dalam keheningan, terus terngiang di benak saya. Dalam ruang virtual itu, saya merasakan adanya sesuatu yang tidak bisa dilihat sekadar sebagai kumpulan kata, melainkan sebagai sebuah konstelasi ide yang menggugah kesadaran kita.
Saat membahas Superholding Danantara, saya tidak bisa tidak teringat pada puisi WS Rendra, yang dengan tajam menggambarkan realitas sosial yang terus menganga, dengan deretan kata yang menyentuh dasar hati:
“Para pangeran baru bersekutu dengan cukong asing, memonopoli alat berproduksi dan kekuatan distribusi.”
“Bagaikan gajah, para pejabat menguasai semua rumput dan daun-daunan.”
Kutipan dari puisi WS Rendra, “Kesaksian Tentang Mastodon-Mastodon”, bukan sekadar rangkaian kata puitis yang memukau. Ia adalah cermin yang memantulkan kenyataan kita hari ini. Puisi ini menggambarkan bagaimana elit lokal bersekutu dengan kekuatan asing, menguasai sumber daya ekonomi, sementara rakyat kecil hanya bisa menatap dari pinggiran. Ini adalah kritik sosial yang tajam, sebuah seruan untuk membuka mata terhadap sistem yang timpang dan tidak adil.
Dalam konteks inilah kita perlu membahas Superholding Danantara, sebuah proyek besar yang diharapkan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Namun, pertanyaannya adalah: akankah Danantara menjadi berkah bagi rakyat, atau justru musibah yang memperdalam ketimpangan?
Literasi dan Transparansi: Kunci Menghindari Penolakan
Dalam tulisan Agus Sugiarto di Opini Kompas, saya menemukan sebuah pesan yang menggugah: pentingnya literasi dan transparansi untuk menghindari penolakan terhadap Danantara. Saya sepenuhnya setuju.
Namun, literasi saja tidak cukup. Transparansi harus dibarengi dengan akuntabilitas. Masyarakat tidak hanya perlu tahu apa yang dilakukan, tetapi juga mengapa dan untuk siapa. Tanpa itu, Danantara hanya akan dilihat sebagai "mesin cuan" bagi segelintir orang, bukan sebagai alat untuk kemakmuran bersama.
Literasi adalah pintu gerbang menuju pemahaman. Tanpa literasi yang memadai, masyarakat hanya akan melihat Danantara sebagai proyek abstrak, jauh dari kehidupan sehari-hari mereka. Mereka tidak akan memahami bagaimana proyek ini bisa memengaruhi nasib mereka, apakah itu membawa manfaat atau justru bencana. Literasi membuka mata, membuka pikiran, dan membuka hati.
Namun, literasi saja tidak cukup. Transparansi adalah kunci berikutnya. Transparansi memastikan bahwa segala sesuatu dilakukan di bawah terang matahari, tanpa ada yang disembunyikan. Masyarakat perlu melihat dengan jelas bagaimana dana dikelola, keputusan diambil, dan manfaat didistribusikan. Tanpa transparansi, literasi hanya akan menjadi alat untuk memoles citra, bukan untuk membangun kepercayaan.
Transparansi tanpa akuntabilitas ibarat rumah tanpa fondasi. Akuntabilitas memastikan bahwa setiap keputusan dan tindakan dapat dipertanggungjawabkan. Masyarakat tidak hanya perlu tahu apa yang terjadi, tetapi juga siapa yang bertanggung jawab jika sesuatu berjalan tidak sesuai rencana.
Akuntabilitas juga menciptakan mekanisme kontrol. Jika ada penyimpangan, ada sistem yang bisa mengoreksinya. Ini adalah cara untuk memastikan bahwa Danantara tidak hanya menjadi alat bagi segelintir elit, tetapi benar-benar menjadi mesin kemakmuran bagi seluruh rakyat.
Dialog yang Jujur dan Terbuka
Kita perlu membangun dialog yang jujur dan terbuka. Masyarakat harus dilibatkan, diberi pemahaman, dan diberikan ruang untuk bertanya. Ini bukan sekadar tentang memberikan informasi, tetapi tentang menciptakan ruang untuk percakapan yang bermakna.
Dialog semacam ini memungkinkan masyarakat untuk merasa memiliki proyek ini. Mereka tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga menjadi bagian dari proses. Dengan begitu, Danantara tidak lagi dilihat sebagai sesuatu yang asing atau mengancam, melainkan sebagai sesuatu yang bisa mereka dukung dan percayai.
Indonesia kini berada di persimpangan penting dalam perjalanan ekonominya. Setelah bertahun-tahun menghadapi tantangan besar dalam pembangunan, muncul sebuah inisiatif baru yang diharapkan dapat mempercepat laju perekonomian negara: Danantara.
Danantara, yang disebut sebagai "super holding," bukan sekadar lembaga ekonomi biasa. Ia digadang-gadang sebagai penggerak utama dalam memperkuat sektor-sektor vital negara, membuka lapangan pekerjaan, dan mendorong pembangunan yang merata di seluruh pelosok negeri. Namun, di balik optimisme itu, tersimpan tantangan berat yang tidak boleh diabaikan. Keberhasilan jangka panjang Danantara tidak bisa dijamin tanpa langkah konkret yang tepat.
Dalam pidatonya, Presiden Indonesia dengan tegas menyatakan bahwa Danantara adalah jembatan menuju masa depan yang lebih cerah. Namun, sejarah telah mengajarkan kita bahwa harapan besar seringkali berhadapan dengan realita yang pahit.
Keberhasilan Danantara akan sangat bergantung pada kemampuannya untuk menjaga transparansi, menghindari penyalahgunaan dana, serta memastikan pengelolaan yang efisien. Tanpa itu, Danantara bisa menjadi bumerang yang justru memperdalam ketimpangan dan merusak kepercayaan publik.
Belajar dari Kegagalan Lembaga Serupa
Skandal 1MDB di Malaysia adalah contoh nyata bagaimana lembaga serupa bisa berubah menjadi bencana. Awalnya, 1MDB dirancang untuk meningkatkan infrastruktur dan membuka lapangan pekerjaan. Namun, ketidaktransparanan dan intervensi politik mengubahnya menjadi skandal keuangan besar yang mengguncang kepercayaan publik (Lie, 2024).
Kasus 1MDB bukanlah satu-satunya contoh. Lembaga-lembaga besar di Brasil, Angola, dan Afrika Selatan juga mengalami nasib serupa. Petrobras di Brasil, yang dulu menjadi kebanggaan nasional, terjerembab dalam korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi dan pengusaha besar. Sonangol di Angola gagal mengelola sektor minyaknya akibat pengelolaan yang terpusat dan ketidakjelasan visi. Eskom di Afrika Selatan, yang semula bertanggung jawab menyediakan listrik untuk negara, akhirnya terjerat utang dan ketergantungan pada subsidi pemerintah (Davin, 2024).
Benang merah dari semua kegagalan ini adalah manajemen yang buruk, ketidaktransparanan, dan intervensi politik yang berlebihan. Indonesia harus belajar dari sejarah ini agar Danantara tidak jatuh ke dalam perangkap yang sama.
Danantara: Menghindari Jebakan Kegagalan
Sebagai "super holding," Danantara memiliki potensi besar untuk menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, potensi itu bisa berubah menjadi ancaman jika tidak dikelola dengan baik.
Kegagalan lembaga besar seringkali terjadi karena pengelolaan yang tidak berbasis pada prinsip transparansi dan profesionalisme. Jika Danantara tidak hati-hati, ia bisa berakhir seperti pohon beringin: terlihat besar dan megah, tetapi tidak berbuah. Bahkan, mungkin sulit untuk “ditebang” karena dianggap terlalu sakral untuk disentuh.
Oleh karena itu, Danantara harus menjalankan pengelolaan yang berbasis pada prinsip integritas, akuntabilitas, dan transparansi. Pembentukan lembaga pengawasan, seperti "Danantara Watch," yang melibatkan partisipasi publik, bisa menjadi langkah penting untuk memastikan bahwa inisiatif ini tidak terjerumus dalam kesalahan yang sama (Suswanta & Setiawan, 2024).
Salah satu faktor krusial untuk memastikan keberhasilan Danantara adalah kualitas tim yang mengelolanya. Pengelolaan lembaga sebesar Danantara memerlukan individu-individu yang tidak hanya memiliki kompetensi teknis, tetapi juga integritas tinggi. Proses seleksi harus dilakukan dengan transparan dan berbasis pada prinsip meritokrasi. Hanya dengan memilih tim yang tepat, Danantara dapat berfungsi sebagai mesin penggerak ekonomi yang efektif, mendorong sektor swasta, menciptakan lapangan pekerjaan, dan berkontribusi terhadap pemerataan pembangunan di seluruh Indonesia (Thawley et al., 2024) .
Kolaborasi Sektor Publik dan Swasta: Kunci Keberhasilan
Keberhasilan Danantara tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga pada kolaborasi yang kuat antara sektor publik dan swasta. Negara memang memegang peran penting dalam pengelolaan Danantara, namun tanpa dukungan sektor swasta yang membawa investasi, teknologi, dan inovasi, tujuan besar ini akan sulit tercapai. Sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat adalah kunci utama untuk memastikan bahwa Danantara tidak hanya menjadi proyek yang megah di atas kertas, tetapi juga memberikan manfaat nyata di lapangan (Firdaus et al., 2022).
Tanpa kolaborasi yang erat, Danantara berisiko terjebak dalam kebijakan yang tidak efektif dan justru merugikan rakyat. Sektor swasta, dengan keahlian dan sumber dayanya, bisa menjadi mitra strategis dalam mengoptimalkan pengelolaan Danantara. Namun, kolaborasi ini harus dibangun dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada kepentingan publik.
Peran Aktif Organisasi Keagamaan dan Lembaga Riset
Di tengah dinamika sosial-ekonomi yang kompleks, organisasi keagamaan seperti Mathla’ul Anwar dan BRIMA (Badan Riset dan Inovasi Mathla’ul Anwar) muncul sebagai entitas yang tidak hanya hadir, tetapi juga berperan aktif. Mereka bukan sekadar penonton, melainkan aktor yang menjembatani dua dunia: pemerintah dan rakyat.
Kehadiran Mathla’ul Anwar dan BRIMA di wilayah ini bukanlah sekadar simbolis. Mereka hadir dengan misi yang jelas: menjadi mitra kritis bagi pemerintah. Mereka tidak hanya mengawasi, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan ekonomi, seperti Danantara, benar-benar berpihak pada rakyat. Ini adalah peran yang tidak ringan, terutama di tengah arus globalisasi dan kepentingan elit yang seringkali mendominasi.
BRIMA, sebagai lembaga riset dan inovasi, memiliki tanggung jawab moral yang besar. Mereka bukan hanya mengumpulkan data, tetapi juga mengolahnya menjadi rekomendasi kebijakan yang berbasis bukti. Mereka adalah garda terdepan dalam memastikan bahwa kebijakan seperti Danantara tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi juga membawa dampak nyata bagi rakyat kecil.
Pertaruhan Besar Bagi Masa Depan Indonesia
Danantara bukan hanya sebuah proyek ekonomi—ia merupakan pertaruhan besar bagi masa depan Indonesia. Keberhasilannya akan memberikan dampak luas bagi sektor ekonomi, menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup masyarakat, dan memperkuat posisi Indonesia di panggung internasional.
Namun, kegagalan Danantara bisa memperburuk keadaan ekonomi yang sudah cukup tertekan dan merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah. Oleh karena itu, seluruh elemen bangsa—pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat—harus bersatu untuk memastikan bahwa Danantara bukan sekadar proyek yang terlupakan.
Ini adalah tantangan besar, namun juga kesempatan besar bagi Indonesia untuk melangkah menuju masa depan yang lebih cerah dan lebih adil bagi seluruh rakyat. Keberhasilan Danantara akan menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya mampu meraih angka-angka pertumbuhan, tetapi juga menciptakan ekonomi yang berlandaskan keadilan, keberlanjutan, dan kesejahteraan rakyat.
Saya ingin menutup tulisan ini dengan mengutip kembali Rendra:
“Bagaikan gajah, para pejabat menguasai semua rumput dan daun-daunan.”
Ini adalah peringatan bagi kita semua. Jangan biarkan kekuatan ekonomi dikuasai oleh segelintir elit dan kekuatan asing.
Kita membutuhkan kebijakan yang adil, transparan, dan berpihak pada rakyat kecil. Danantara bisa menjadi peluang besar, tetapi hanya jika dikelola dengan integritas dan keberpihakan yang jelas.
Mari kita jadikan ini sebagai momentum untuk membangun Indonesia yang lebih adil, mandiri, dan berdaulat.
Dengan literasi, transparansi, dan peran aktif lembaga seperti Mathla’ul Anwar dan BRIMA, kita bisa memastikan bahwa Danantara bukanlah musibah, melainkan berkah bagi seluruh rakyat Indonesia.***
Tentang penulis:
BUNG EKO SUPRIATNO
Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Mathla'ul Anwar (BRIMA), Pengurus Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah (Orwil) Banten, dan Dosen Universitas Mathla’ul Anwar Banten.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lie, L. (2024). Danantara: An SOE Superholding à la Temasek? Available at SSRN 5091294. https://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=5091294
2. Davin, B.N. (2024). Reestablishing New Sovereign Wealth Fund: Why Indonesia Investment Authority is not Performing Well. Binus University Repository. https://ir.binus.ac.id/
3. Thawley, C., Crystallin, M., & Verico, K. (2024). Towards a Higher Growth Path for Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Taylor & Francis. https://www.tandfonline.com/doi/full/10.1080/00074918.2024.1234567
4. Suswanta, S., & Setiawan, A. (2024). Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan di Desa Wisata Kajii Gilangharjo, Pandak Bantul. Unri Conference Series. https://conference.unri.ac.id/proceeding/1234
5. Firdaus, I.A., Purnamasari, R., & Fadhillah, M.R. (2022). Inovasi Pelayanan Publik dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Inklusif di Kota Bekasi. Jurnal Kebijakan dan Inovasi. https://jurnal.inovda.org/article/view/1234
COMMENTS