Oleh : Ade Ahmad Mubarok (Panwaslu Kecamatan Citereup) Kabupaten Bogor Salah satu lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi pem...
(Panwaslu Kecamatan Citereup)
Kabupaten Bogor
Salah satu lembaga yang memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi pemilu adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Bawaslu merupakan lembaga yang mewakili negara dan diberi mandat berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. Peran Bawaslu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, yang mengharuskan Bawaslu memiliki loyalitas, koordinasi, dan sinergi yang baik dengan berbagai elemen masyarakat, pemangku kepentingan, lembaga, dan instansi terkait. Tugas utama Bawaslu adalah memastikan pelaksanaan pemilu berlangsung secara adil, jujur, dan demokratis. Lembaga ini bertanggung jawab untuk memantau dan menindaklanjuti pelanggaran pemilu, serta menjamin keberlangsungan proses pemilihan yang transparan dan akuntabel (Banurea, 2023; Wati, 2020).
Bawaslu merupakan institusi pemerintah yang memiliki tugas, wewenang, dan kewajiban dalam menjalankan peranannya. Namun dalam pelaksanaan pemilu di Indonesia sering mengalami persoalan yang berkaitan dengan pelanggaran pemilu. Berdasarkan data pada pemilu serentak tahun 2019, Bawaslu telah menangani sejumlah 16.427 pelanggaran administrasi pemilu (Minan, 2019). Data tersebut mengindikasikan bahwa penyelenggaraan pemilu masih menghadapi masalah serius. Pemilu serentak tahun 2019 menurut (Supriyadi & Purnamasari, 2023) dikategorikan sebagai pemilu yang kompleks dan dinamis. Kompleksitas ini terlihat dari banyaknya dugaan pelanggaran pemilu yang ditangani oleh Bawaslu.
Bawaslu memiliki kewenangan untuk menangani dugaan pelanggaran administrasi pemilu, baik yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), maupun pelanggaran administrasi biasa. Hal ini merupakan tugas dan tanggung jawab Bawaslu dalam menjaga integritas dan transparansi pemilu.
Bawaslu melakukan investigasi terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut, melakukan pemeriksaan, mengumpulkan bukti, dan mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (Erick & Ikhwan, 2022). Hal tersebut ditegaskan dalam peraturan perundang-undangan untuk memastikan pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan pesta demokrasi, dengan tujuan memberikan kontribusi positif bagi kualitas demokrasi di Indonesia. (Amane et al., 2022).
Kaitannya dengan konteks komunikasi Bawaslu dalam penanganan pelanggaran pemilu tidak bisa dilepaskan dalam kaitannya dengan teori komunikasi politik. Semetko, Scammell, & Lamahu (2021) menjelaskan komunikasi politik tidak hanya melibatkan retorika, tetapi juga mencakup penggunaan simbol-simbol bahasa, seperti bahasa tubuh, serta tindakan politik seperti boikot, protes, dan unjuk rasa. Komunikasi merupakan proses pengiriman informasi, ide, emosi, keterampilan, dan hal lainnya dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan simbol seperti kata-kata, gambar, dan grafik, serta melalui ucapan dan tulisan (Triwicaksono & Nugroho, 2021).
Komunikasi adalah tindakan atau proses untuk menyampaikan pesan dari pengirim kepada penerima melalui suatu media yang mungkin mengalami gangguan atau kebisingan. Dalam definisi ini, komunikasi haruslah disengaja dan bertujuan untuk mencapai perubahan (Budianto & Hamid, 2013).
Dalam mengefektifkan komunikasi politik agar berjalan dengan baik maka diperlukan suatu strategi dalam komunikasi. Cangara, (2012) mengemukakan bahwa strategi komunikasi adalah suatu rencana yang dibuat untuk mengubah perilaku manusia dalam skala yang lebih besar melalui transfer ide-ide baru. Tujuan utama dari strategi komunikasi menurut Pace, Peterson, & Burnett (1979) adalah sebagai berikut; untuk memastikan pemahaman (to secure understanding), yaitu memastikan bahwa penerima pesan benar-benar memahami pesan yang diterimanya.
Jika penerima sudah memahami dan menerima pesan, maka langkah selanjutnya adalah membangun penerimaan (to establish acceptance). Pada akhirnya, tujuan dari kegiatan komunikasi adalah memotivasi perilaku (to motivate action), yaitu mendorong penerima pesan untuk mengambil tindakan atau merespons pesan tersebut.
Berbagai riset tentang strategi Bawaslu dalam penanganan pelanggaran pemilu sebenarnya sudah banyak dilakukan. Beberapa studi yang ada juga memberikan penekanan pada pentingnya dalam pemilu yang berintegritas. Studi yang dilakukan oleh Diniyanto & Sutrisno (2022) memberikan sorotan terhadap pentingnya pemilu dihadapkan pada beberapa masalah yang spesifik, salah satunya adalah penyebaran informasi palsu atau hoaks yang dapat mempengaruhi opini dan pandangan masyarakat terhadap kandidat atau isu politik tertentu. Tantangan lainnya adalah penggunaan media sosial dan platform digital sebagai sarana untuk menyebarkan propaganda politik yang sulit dikendalikan.
Kemudian riset yang dilakukan oleh Susila Wibawa, (2019), memfokuskan penelitiannya terhadap praktik-praktik curang yang dilakukan oleh elit politik untuk memperoleh kekuasaan, baik secara terbuka maupun tersembunyi. Hal ini mencakup manipulasi data, pemalsuan suara, intimidasi pemilih, dan taktik lainnya yang dapat merusak integritas Pemilu. Penelitian juga melibatkan pengamatan terhadap upaya pengawasan dan strategi yang digunakan oleh Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) dalam upaya mewujudkan Pemilu yang demokratis.
Bawaslu bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengendalikan proses Pemilu agar berjalan secara adil, jujur, dan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam riset Wati (2020) media merupakan sarana dalam propaganda pemilu. Dengan strategi komunikasi yang melibatkan analisis temuan, penelusuran, koordinasi dengan berbagai pihak, dan pengawasan yang ketat, Bawaslu Kota Tangerang berupaya untuk menindaklanjuti pelanggaran kampanye, termasuk penyebaran tabloid Indonesia Barokah di tempat ibadah. Strategi ini diharapkan dapat memberikan efek pencegahan dan penegakan aturan yang lebih efektif dalam memastikan pelaksanaan pemilu yang adil, berintegritas, dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Penelitian Supriyadi & Purnamasari, (2023) menekankan bahwa penanganan pelanggaran administratif pemilu setelah hasil pemilu dinyatakan sah, perlu dilakukan redesain yang tepat oleh Bawaslu untuk menghindari adanya dualisme dalam pemeriksaan antara Mahkamah Konstitusi dan Bawaslu. Hal ini penting untuk menghindari terjadinya ketidakpastian hukum terkait hasil pemilu. Redesain yang tepat mencakup perubahan dalam sistem dan mekanisme penanganan pelanggaran administratif pemilu. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa peran dan kewenangan Bawaslu serta Mahkamah Konstitusi saling terintegrasi dan tidak tumpang tindih. Dengan demikian, proses pemeriksaan dan penyelesaian sengketa pemilu dapat dilakukan secara efisien, transparan, dan adil.
Bawaslu memiliki peran penting dalam melakukan pencegahan pelanggaran pemilu di Indonesia, oleh sebab itu riset Yuhandra, Rifa’i, Akhmaddhian, Budiman, & Andriyani (2023), menekankan bahwa Bawaslu harus melakukan identifikasi dan pemetaan pelanggaran pemilu yang terjadi di wilayah kerjanya. Hal ini dilakukan melalui pengumpulan informasi, laporan, dan pengaduan dari masyarakat serta analisis data terkait pemilu. Bawaslu berkoordinasi dengan instansi pemerintah terkait, seperti dan kepolisian, dalam rangka menjaga integritas dan kelancaran penyelenggaraan pemilu. Koordinasi ini bertujuan untuk mengantisipasi dan menanggapi secara efektif pelanggaran pemilu yang terjadi.
Beberapa penelitian sebelumnya telah memberikan perhatian dan fokus yang hampir sama terhadap strategi Bawaslu dalam menangani pelanggaran pemilihan umum. Penting bagi Bawaslu untuk melakukan identifikasi dan pemetaan pelanggaran pemilu, berkoordinasi dengan instansi terkait, serta melakukan sosialisasi pencegahan pelanggaran pemilu. Oleh karena itu, penelitian ini akan menekankan sudut pandang dan perspektif yang berbeda mengenai strategi komunikasi Bawaslu sosialisasi pencegahan pelanggaran pemilu. Pertanyaan dalam penelitian ini bagaimana strategi komunikasi yang dijalankan Bawaslu untuk mencegah pelanggaran pemilu. Penelitian ini bertujuan untuk memahami bagaimana strategi komunikasi Bawaslu dalam menangani pelanggaran pemilu. Upaya ini penting untuk menjawab tantangan yang dihadapi oleh Bawaslu dalam menghadapi pemilihan umum.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode kepustakaan (library research) untuk mengumpulkan data. Metode ini melibatkan pengumpulan sumber data dari berbagai format, seperti buku, majalah, surat kabar, internet, jurnal, perundang-undangan, literatur, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian ini. Melalui penelitian kepustakaan, penulis dapat mengakses informasi yang telah ada sebelumnya dan menggali pemahaman yang lebih dalam tentang topik yang sedang diteliti. Metode tersebut memungkinkan penulis untuk menganalisis dan menginterpretasi data yang telah dikumpulkan dari sumber-sumber tersebut guna mendukung argumen dan temuan penelitian.
Tugas Bawaslu Dalam Pencegahan Pelanggaran Pemilu
Stephen A. Siegel menyatakan bahwa perhitungan suara dalam pemilihan umum adalah salah satu permasalahan tertua dalam hukum tata negara. Menurut Siegel, masalah ini harus dianggap sebagai masalah hukum dan diselesaikan melalui proses hukum yang sesuai (Widodo, 2021). Pandangan Siegel ini mencerminkan keyakinan bahwa hukum harus menjadi landasan utama dalam menentukan hasil pemilu dan menyelesaikan perselisihan terkait perhitungan suara. Dengan menempatkan penyelesaian masalah dalam kerangka hukum, Siegel mengadvokasi pendekatan yang objektif dan adil, dengan mengedepankan kepentingan hukum dan tata negara di atas kepentingan politik partisan.
Schlozman & Dahl, (1983), menyebutkan bahwa demokrasi melibatkan dua variabel utama, yaitu kontestasi dan partisipasi. Kedua hal ini dapat menjadi ukuran kualitas pemilihan umum dalam konteks demokrasi. Kontestasi mencakup aspek pemilihan yang berjalan secara langsung, jujur, adil, bebas, dan rahasia, sedangkan partisipasi penting untuk mengukur legitimasi dan kinerja politik dari pihak yang memegang kekuasaan selama lima tahun. Dalam konteks pernyataan tersebut, terdapat kekhawatiran bahwa terdapat persoalan-persoalan paradoks yang bertentangan dengan hakikat demokrasi dalam pelaksanaan pemilihan umum. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan umum tidak selalu berjalan dengan baik dan dapat menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi kualitas demokrasi. Adanya trauma politik yang disebutkan mengindikasikan bahwa terdapat ketidakpuasan atau kekecewaan terhadap proses pemilihan umum yang dianggap tidak memenuhi standar kontestasi yang jujur, adil, dan bebas.
Dalam perspektif komunikasi politik, pernyataan Schlozman & Dahl tersebut menggarisbawahi pentingnya peran informasi dalam penyelenggaraan Pemilu dan pentingnya independensi, profesionalisme, dan martabat Bawaslu. Pernyataan tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kekurangan dalam peran informasi yang dimainkan oleh Bawaslu dalam pemilihan umum. Hal ini dapat berarti bahwa informasi yang disampaikan kepada publik terkait tahapan pemilu, aturan, proses pengawasan, dan pelaporan pelanggaran belum memadai, tidak transparan, atau tidak cukup jelas. Kekurangan ini dapat mengakibatkan ketidakpuasan dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemilu.
Pertama, independensi adalah faktor penting yang harus dimiliki oleh Bawaslu. Independensi mengacu pada kemampuan mereka untuk bertindak secara netral dan bebas dari tekanan politik atau kepentingan pihak tertentu. Dalam konteks penyelenggaraan pemilu, independensi ini penting agar keputusan dan tindakan yang diambil oleh Bawaslu dapat didasarkan pada prinsip hukum dan keadilan, bukan pada pertimbangan politik. Kedua, profesionalisme merujuk pada tingkat keahlian, pengetahuan, dan kualitas kerja yang dimiliki oleh Bawaslu. Mereka diharapkan memiliki kompetensi yang memadai dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka. Profesionalisme juga mencakup integritas, etika kerja, dan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Dengan memiliki profesionalisme yang tinggi, penyelenggara pemilu dapat memperoleh kepercayaan publik dan meningkatkan kredibilitas mereka.
Ketiga, bermartabat, menekankan bahwa Bawaslu harus menjalankan tugas mereka dengan bermartabat. Ini berarti mereka harus memegang teguh prinsip-prinsip moral dan etika dalam mengambil keputusan dan bertindak. Dengan berperilaku yang bermartabat, penyelenggara pemilu dapat menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap institusi mereka.
Dalam mewujudkan Pemilu yang berintegritasi, dan pencegahan pelanggaran merupakan salah satu tugas Bawaslu, sebab Bawaslu memiliki peran penting dalam pencegahan pelanggaran. Bawaslu melakukan identifikasi dan pemetaan pelanggaran Pemilu, mengoordinasikan, mensupervisi, membimbing, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan Pemilu. Melalui kegiatan ini, Bawaslu berupaya untuk memastikan bahwa semua tahapan Pemilu berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Penyelenggaraan pemilihan umum yang memiliki integritas, profesionalisme, dan akuntabilitas merupakan syarat penting dalam mewujudkan pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Dalam negara demokrasi, salah satu persyaratan penting dalam penyelenggaraan pemilihan umum adalah adanya lembaga mandiri yang ditunjuk oleh pemerintah (Pramana, Junaidi, Arifin, & Sukarna, 2020).
Tugas Bawaslu dalam konteks pencegahan pelanggaran pemilu yaitu sebagai berikut:
a. Bawaslu bertanggung jawab untuk mengawasi dan memastikan semua tahapan pemilu dilaksanakan dengan jujur, adil, bebas, dan terbuka. Mereka memantau proses pendaftaran calon, kampanye, pemungutan suara, penghitungan suara, dan perhitungan hasil pemilu.
b. Bawaslu memiliki kewenangan untuk menangani dan menyelesaikan pelanggaran pemilu. Mereka menerima laporan, melakukan penyelidikan, dan mengambil tindakan yang diperlukan terhadap pelanggaran pemilu yang dilaporkan atau ditemukan.
c. Selain menangani pelanggaran yang telah terjadi, Bawaslu juga memiliki peran penting dalam pencegahan pelanggaran pemilu. Mereka melakukan kegiatan pengawasan proaktif, memberikan edukasi kepada pemilih, partai politik, dan calon terkait aturan pemilu, serta memberikan sanksi atau teguran kepada pelanggar sebagai upaya pencegahan.
d. Bawaslu mengawasi penggunaan dana dalam kampanye pemilu oleh partai politik dan calon. Mereka memeriksa laporan keuangan kampanye, mendeteksi pelanggaran terkait keuangan, dan mengambil tindakan yang sesuai jika ditemukan pelanggaran.
e. Bawaslu bekerja sama dengan berbagai instansi terkait, seperti kepolisian, kejaksaan, dan lembaga pemerintahan lainnya, dalam upaya pencegahan dan penanganan pelanggaran pemilu. Kerjasama ini bertujuan untuk menciptakan kerangka kerja yang efektif dan sinergis dalam menjaga integritas pemilu.
Tugas-tugas tersebut menunjukkan peran aktif Bawaslu dalam memastikan pemilu berjalan dengan integritas dan menjamin bahwa proses pemilihan berlangsung secara adil, bebas, dan jujur. Bawaslu memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga kualitas demokrasi elektoral dan mencegah terjadinya pelanggaran yang dapat mengganggu proses demokrasi di Indonesia.
Komunikasi dan Sosialisasi Bawaslu dalam Pencegahan Kecurangan Pemilu
Komunikasi politik memegang peranan penting dalam pembangunan politik suatu negara. Hal ini karena komunikasi politik menjadi landasan untuk menganalisis permasalahan yang muncul dan berkembang dalam proses politik secara keseluruhan. Dalam suatu sistem politik, komunikasi politik dianggap sebagai elemen dinamis yang memiliki peran yang menentukan dalam proses-proses sosialisasi politik, partisipasi politik, dan rekrutmen politik. Seperti yang diungkapkan oleh Muhtadi (2008), bahwa komunikasi politik memiliki peran yang sangat penting dalam sistem politik. Melalui komunikasi politik, pesan-pesan yang berasal dari sumber atau inisiatif komunikasi disampaikan kepada khalayak dengan menggunakan media tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Komunikasi politik melibatkan berbagai dimensi yang memungkinkan terjadinya kegiatan komunikasi politik dalam masyarakat.
Dimensi-dimensi tersebut mencakup aspek penyampaian pesan, sumber komunikasi, khalayak, dan media yang digunakan. Melalui komunikasi politik, pesan-pesan politik dapat disebarkan kepada khalayak dengan harapan mencapai tujuan politik tertentu, seperti mempengaruhi persepsi publik, memperoleh dukungan politik, atau memobilisasi partisipasi masyarakat dalam proses politik. Selain itu, komunikasi politik juga memainkan peran dalam sosialisasi politik, yaitu proses di mana individu-individu dalam masyarakat belajar dan menginternalisasi nilai-nilai politik serta norma-norma yang berlaku. Komunikasi politik juga berperan dalam partisipasi politik dengan memberikan informasi dan ruang untuk masyarakat mengeluarkan suara, mengemukakan pendapat, dan terlibat dalam proses pengambilan keputusan politik. Selanjutnya, komunikasi politik juga terkait dengan rekrutmen politik, yaitu proses perekrutan dan seleksi individu-individu yang akan memegang jabatan politik.
Dalam perspektif komunikasi politik, sosialisasi yang dilakukan oleh Bawaslu dalam pencegahan kecurangan pemilu memiliki beberapa aspek yang perlu dianalisis. Berikut adalah analisis sosialisasi Bawaslu dalam pencegahan kecurangan pemilu dalam perspektif komunikasi politik.
Bawaslu berperan sebagai sumber komunikasi yang menyampaikan informasi terkait aturan, prosedur, dan upaya pencegahan kecurangan pemilu kepada publik. Sebagai sumber komunikasi, Bawaslu memiliki tanggung jawab untuk menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan dapat dipahami oleh khalayak. Penting bagi Bawaslu untuk menjaga independensi dan integritas sebagai sumber komunikasi yang dapat dipercaya oleh publik.
Pesan yang disampaikan oleh Bawaslu dalam sosialisasi pencegahan kecurangan pemilu haruslah berkaitan dengan pentingnya pemilihan yang jujur, adil, dan bebas dari kecurangan. Pesan tPesan tersebut dapat mencakup informasi tentang jenis kecurangan yang mungkin terjadi, konsekuensi hukum dari pelanggaran pemilu, serta langkah-langkah yang diambil oleh Bawaslu untuk mencegah dan menangani kecurangan.
Bawaslu menggunakan berbagai media dan saluran komunikasi untuk menyebarkan pesan pencegahan kecurangan pemilu. Ini dapat meliputi siaran pers, website resmi, media sosial, kampanye publik, pertemuan langsung, dan kolaborasi dengan media massa. Pemilihan media dan saluran komunikasi yang efektif membantu Bawaslu dalam mencapai target audiens, menjangkau pemilih potensial, dan membangun kesadaran publik tentang pentingnya mencegah kecurangan pemilu.
Sosialisasi Bawaslu ditujukan kepada berbagai audiens, termasuk partai politik, calon, pemilih, dan masyarakat umum. Pesan yang disampaikan harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan masing-masing audiens. Misalnya, sosialisasi kepada partai politik dan calon dapat lebih fokus pada penekanan pentingnya mematuhi aturan dan etika politik, sementara sosialisasi kepada pemilih dapat mengedukasi tentang cara mengenali dan melaporkan kecurangan pemilu.
Komunikasi politik yang efektif melibatkan interaksi antara Bawaslu dan audiensnya. Bawaslu dapat mengadakan pertemuan, diskusi, atau forum terbuka yang melibatkan masyarakat dalam dialog tentang pemilu dan pencegahan kecurangan. Interaksi ini memungkinkan pertukaran informasi, klarifikasi, dan memperkuat pemahaman tentang peran Bawaslu serta memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam upaya pencegahan kecurangan pemilu
Dalam perspektif komunikasi politik, sosialisasi Bawaslu dalam pencegahan kecurangan pemilu juga dapat melibatkan kolaborasi dan partisipasi aktif masyarakat. Bawaslu dapat menggandeng LSM, organisasi masyarakat, dan komunitas pemilih untuk menyebarkan pesan-pesan pencegahan kecurangan pemilu. Kolaborasi ini memperluas jangkauan pesan dan memperkuat keterlibatan publik dalam upaya pencegahan kecurangan pemilu.
Dengan demikian, komunikasi politik merupakan komponen yang esensial dalam sistem politik di Indonesia. (*).
COMMENTS