Sorong, RK 24/09/2023 Octovianus Anny Gemnase sangat menyesalkan perbuatan beberapa oknum penegak hukum yang justru membuat kekacauan dianta...
Sorong, RK
24/09/2023 Octovianus Anny Gemnase sangat menyesalkan perbuatan beberapa oknum penegak hukum yang justru membuat kekacauan diantara keluarga besar marga Anny.
Perihal laporannya terhadap tindakan pemerasan yang dilakukan oleh pengacara DB dari Jakarta malah tidak di tindaklanjuti, justru seperti perkara tidak berlanjut karena ada dokumen palsu yang tidak bisa dipertanggungjawabkan yang diserahkan oleh pengacara DB.
Pengacara DB adalah penerima kuasa untuk eksekusi putusan pengadilan yang menyatakan bahwa marga Anny berhak mendapatkan ganti rugi untuk tanah yang dipakai sebagai kantor Bupati Sorong Selatan senilai 50 miliar rupiah,sementara pada saat itu marga Anny baru menerima 7 miliar rupiah
Sebelum pengurusan, di tahun 2015 kedua belah pihak yakni pengacara DB dan ketiga orang yang mewakili marga Anny membuat kesepakatan fee sebesar 5 persen dari total yang akan diurus oleh pengacara DB
Pihak Marga Anny sudah memberikan fee sepenuhnya sebesar 2.150.000.000 kepada DB di tahun 2020, namun karena pembayaran ganti rugi itu masih berlanjut karena dibayar secara mencicil setiap tahun sejak tahun 2017 sebesar 5 miliar per tahun, di tahun 2021 pengacara DB mencoba meminta kembali fee tambahan sambil mengancam melaporkan pihak marga Anny ke Polda Papua Barat dengan nomor LP/63/III/2022/PAPUABARAT/SPKT.
Dengan kebijakan Octovianus Anny masih sempat menyetorkan lagi 400 juta ke DB,"Yooo...saya mengalah biar saja kita kirim daripada jadi masalah buat keluarga" ujar mantan kepala kampung Sungguer ini memberikan alasan kenapa masih mengirim uang di tahun 2021.
Di tahun 2022 mereka kembali menerima fee sebesar 5 miliar sebagai pembayaran tahap ke 6 dan pengacara DB tidak mendapatkan lagi satu rupiah pun, dimana akhirnya DB mengangkat kembali laporannya dulu, dan pihak Polda Papua Barat pun sempat menindak lanjuti laporan DB dengan memanggil pihak marga Anny untuk dimintai keterangan.
"Kami sudah memberi keterangan ke Polda Papua Barat dan menjelaskan bahwa kami tidak punya kewajiban apapun lagi kepada Dina" ujar pria yang kerap dipanggil bapak Otto.
Ketika penerimaan di tahun 2023 ini, DB kembali mencoba meminta fee bahkan sampai terjadi pertemuan dengan ketua Pengadilan Negeri Sorong saat ingin membuat berita acara serah terima uang untuk tahap ketujuh sebesar 5 miliar.
Dalam pertemuan itu ketua pengadilan tidak terlalu menanggapi tuntutan DB, karena saat itu hanya untuk membuat berita acara serah terima dana dari Pemda Sorong Selatan ke marga Anny .
Keesokan harinya saat ketiga pengurus marga Anny hendak ke bank BRI cabang Sorong untuk menarik dana mereka, ternyata DB sudah berangkat ke Jakarta sambil membawa salah satu pengurus marga Anny bernama Marselinus Anny yang seharusnya hadir di Bank untuk menandatangani slip penarikan , akhirnya karena perbuatan ini keluarga besar marga Anny batal menarik dana hari itu.
Pak Abner sebagai kepala Bank BRI cabang Sorong menjelaskan bahwa rekening bersama mereka harus ditandatangani oleh semua pengurus yang ada didalam rekening itu, bila salah seorang tidak hadir maka mereka tidak berani mengeluarkan dana.
"Sebenarnya bisa saja asal ada surat kuasa notarill dari pengurus yang tidak bisa hadir" ujar Abner.
Hal ini membuat geram Octovianus Anny dan melaporkan DB ke Polresta Kota Sorong dengan laporan tindakan pemerasan, setelah lengkap bukti bukti, Hariadin sebagai penyidik Polres Kota Sorong melayangkan surat panggilan kepada DB dan rekannya WS seorang notaris yang selalu ikut dengannya bila berangkat ke Sorong.
Setelah dipanggil hampir satu bulan baru DB dan WS datang ke Sorong untuk memberi keterangan, dan mereka memberikan bukti perjanjian fee sebesar 10 persen yang ditandatangani oleh DB dan salah satu anggota keluarga marga Anny bernama Obeth yang sudah meninggal dunia.
Pak Otto merasa keberatan karena perjanjian itu tidak pernah mereka lihat sejak dari awal pengurusan tahun 2014 hingga sekarang, padahal didalam perjanjian tersebut tertulis ditandatangani di Tangerang tahun 2016.
"Kami tidak pernah tau barang itu, saya yakin itu mereka buat buat baru saja, itu Obeth adik kandung saya tidak mungkin berani berbuat begitu semasa hidupnya apalagi tidak memberitahu saya" ujar Octo.
Arnold Sibarani SH sebagai pendamping pak Octo untuk laporan pemerasannya itu, juga menemui penyidik Polres Kota Sorong untuk menanyakan perihal surat perjanjian yang diserahkan oleh pengacara DB itu, "karena dengan adanya surat perjanjian sepuluh persen,maka bisa mematahkan laporan tindak pemerasan yang kami buat, jadi kita perlu memastikan apakah dokumen perjanjian itu benar benar dibuat tahun 2016, karena mereka (Otto dan keluarga ) tidak pernah mengetahui perjanjian tersebut, mungkin perlu dilakukan test di laboratorium forensik" demikian disampaikan oleh Arnold Sibarani.
Hingga saat ini masih ada kendala untuk pembuktian melalui test laboratorium, dikatakan oleh penyidik bahwa hal itu sangat rumit, dan harus membuat laporan tersendiri tentang pemalsuan dokumen. Untuk itu Arnold Sibarani pun menemani Octovianus Anny Gemnase dan Daniel Anny Kea untuk membuat laporan tindak pidana pemalsuan dokumen yang dilakukan oleh DB.
Hingga berita ini ditayangkan belum ada penyelesaian dan dana yang sudah ada di bank belum bisa ditarik oleh pengurus, karena Marselinus Anny yang seharusnya turut tanda tangan sekarang malah ikut meminta kepada pengurus lain agar menyerahkan fee lagi sebesar 2 miliar kepada pengacara DB.
Marselinus bahkan sempat mengatakan bahwa pengacara DB sudah melaporkan mereka di Mabes Polri, namun sampai sekarang tidak ada bukti bahwa mereka melapor di Polres , Marselinus Anny hanya mendengar perkataan dari pengacara DB.
Terjadi perpecahan diantara keluarga Marga Anny karena Marselinus tidak mau tanda tangan.
"Berapapun kita akan bayar asal itu ada dasar yang benar, ini bukan uang saya pribadi, ini uang masyarakat, kami sudah bayar gak pengacara , jadi kalo mau bayar lagi atas dasar apa" ujar pak Otto pria gemuk ini sebagai bendahara untuk kepengurusan.
"Saya berharap polisi bertindak netral dalam menangani masalah ini, jangan memihak kepada Dina, surat surat yang dia jadikan bukti semuanya tidak masuk akal, semua rekayasa, jadi tolong jangan dijadikan bukti untuk menghentikan penyidikan atas laporan kami" ujar pak Otto mengakhiri
Masalah ini juga mendapat perhatian dari Kapolda Papua Barat, dalam chat via WA dikatakan bahwa beliau sedang mendalami permasalahan ini.
(RP)
COMMENTS