Pandeglang, RN Ketegangan yang melanda Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuan, Pandeglang, semakin memuncak pada Senin pagi (10/2/2025), ke...
Pandeglang, RN
Ketegangan yang melanda Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuan, Pandeglang, semakin memuncak pada Senin pagi (10/2/2025), ketika puluhan warga yang tergabung dalam Kelompok Kerja (POKJA) RSUD Labuan menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menuntut transparansi dalam pengelolaan proyek rumah sakit yang tengah berlangsung, yang diduga penuh dengan penyimpangan. Isu mafia proyek, pungutan liar, serta ketidaksesuaian dalam pengelolaan izin lingkungan menjadi sorotan utama dalam aksi tersebut.
Proyek pengelolaan RSUD Labuan mendapat kritik tajam setelah POKJA menemukan sejumlah kejanggalan yang memicu keresahan warga. Salah satunya adalah dugaan pengabaian terhadap Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), yang semestinya dipenuhi mengingat lokasi rumah sakit terletak di tengah pemukiman padat penduduk. Selain itu, masalah rekrutmen tenaga kesehatan (nakes) yang dinilai tidak transparan turut memicu aksi tersebut. Warga mencurigai adanya pungutan liar yang diduga melanggar hukum terkait dengan ketidakpatuhan terhadap Upah Minimum Kabupaten (UMK) dan Upah Minimum Provinsi (UMP).
Tuntutan Transparansi dan Tindakan Tegas
Koordinator Aksi, Tb. Muhidin, dalam orasinya menegaskan pentingnya transparansi dalam setiap tahap pengelolaan RSUD Labuan. "Jika RSUD Labuan berstatus tipe C, maka seharusnya izin AMDAL yang diajukan, bukan hanya UKL-UPL yang dianggap tidak memadai. Kami menuntut transparansi penuh, terutama terkait dengan pengelolaan dan siapa saja yang terlibat dalam rekrutmen tenaga kerja," ujar Muhidin dengan tegas.
Tuntutan ini semakin menguatkan keresahan warga terkait dugaan adanya mafia proyek yang merugikan masyarakat. Mereka juga menilai kehadiran Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Provinsi Banten sangat dibutuhkan untuk memberikan penjelasan terkait masalah ini. Dalam aksi tersebut, massa menyampaikan permintaan tegas agar Kadinkes Banten hadir dalam waktu 3x24 jam untuk menjawab tuntutan masyarakat. "Jika dalam tenggat waktu tersebut Kadinkes tidak datang, kami akan melanjutkan aksi dengan massa yang lebih besar," tambah Muhidin.
Respon RSUD Labuan: Terbuka untuk Dialog
Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Tb. Lili Nazaruddin, memberikan tanggapan atas tuntutan tersebut dengan menyatakan kesediaannya untuk berdialog. "Kami selalu terbuka untuk berdiskusi dan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berbicara. Kami ingin menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik," kata Lili.
Namun, meskipun penjelasan telah diberikan terkait izin lingkungan, yakni bahwa RSUD Labuan hanya membutuhkan UKL-UPL karena luas lahan kurang dari 10.000 meter persegi, hal ini tidak cukup meredakan kekecewaan warga. Mereka merasa penjelasan yang diberikan tidak memadai dan tidak mampu menjawab keresahan yang sudah lama membara di kalangan masyarakat.
Tantangan Transparansi dalam Birokrasi
Pengamat kebijakan publik dan dosen Universitas Mathla'ul Anwar (UNMA) Banten, Eko Supriatno, menilai bahwa permasalahan yang terjadi di RSUD Labuan mencerminkan masalah besar dalam sistem birokrasi yang ada. Menurut Eko, ketidakmampuan sistem birokrasi dalam menjalankan fungsi pengawasan secara efektif telah membuka celah bagi praktik korupsi dan penyalahgunaan wewenang. "Proyek pembangunan rumah sakit yang mestinya dapat meningkatkan kualitas layanan kesehatan masyarakat, justru memperlihatkan bagaimana kepentingan pribadi mengalahkan kepentingan publik," ujarnya.
Eko juga menyoroti fakta bahwa sistem birokrasi yang ada memberikan ruang terlalu besar bagi oknum-oknum untuk memanipulasi anggaran dan rekrutmen tenaga kerja, serta menciptakan praktik pungutan liar yang merugikan masyarakat. "Masyarakat sudah lelah dengan janji-janji kosong dari pemerintah. Mereka menuntut bukti nyata dan tindakan tegas," lanjut Eko.
Kritik lain yang disampaikan Eko adalah terkait dengan kurangnya transparansi dalam proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Ia menilai bahwa proses Amdal seharusnya melibatkan masyarakat secara langsung, bukan sekadar menjadi formalitas administratif. "Masyarakat harus diberi ruang untuk memberikan masukan yang berarti terkait dampak lingkungan dari pembangunan ini," tegasnya. "Proses seperti ini harus melibatkan masyarakat dari awal hingga akhir, jangan hanya terkesan sebagai formalitas," kata Eko.
Urgensi Perda Pengelolaan Limbah Medis
Selain itu, pentingnya pembentukan Peraturan Daerah (Perda) terkait Pengelolaan Limbah Medis juga disoroti. "Pengelolaan limbah medis di rumah sakit harus diawasi secara ketat. Jika tidak ada regulasi yang jelas, dampak negatifnya akan sangat besar bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat," jelasnya. Menurut Eko, jika Perda pengelolaan limbah medis segera disahkan, maka akan memberikan dasar hukum yang kuat bagi pengelolaan limbah yang ramah lingkungan dan aman bagi masyarakat.
Ia mengusulkan agar proyek pembangunan seperti ini dilaksanakan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas. "Pembangunan RSUD Labuan adalah proyek yang penting untuk masyarakat. Namun, itu harus dilakukan dengan cara yang tidak hanya mengutamakan akses layanan kesehatan, tetapi juga menjaga lingkungan dan sosial masyarakat sekitar," tambahnya.
Eko menekankan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, perlu ada kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait lainnya. Setiap proyek publik, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, harus dilaksanakan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberlanjutan. "Masyarakat harus diberdayakan untuk terlibat dalam setiap tahap pembangunan, agar proyek ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga keberlanjutan jangka panjang," pungkasnya.
Meskipun pembangunan RSUD Labuan menjadi simbol harapan baru bagi peningkatan akses layanan kesehatan di Provinsi Banten, masalah yang muncul di sekitarnya menunjukkan adanya tantangan besar yang harus segera diatasi. Pemerintah daerah harus lebih serius dan responsif terhadap tuntutan masyarakat agar proyek ini dapat berjalan sesuai dengan harapan, tanpa merugikan kepentingan publik.**(Wan/ES).
COMMENTS